Prolog: Mengapa Kita Terobsesi dengan Kultus?
Dalam narasi fiksi,
kultus sering muncul sebagai entitas yang misterius, menakutkan, dan jahat,
dari penjahat berjubah yang haus kekuasaan hingga entitas kosmik yang melampaui
pemahaman manusia. Daya tarik naratif ini bukan sekadar tentang sensasi; ini adalah
cerminan dari ketakutan manusia yang paling mendalam akan kehilangan otonomi
diri dan cengkeraman pada realitas. Komik dan manga, sebagai media yang kuat
dalam membentuk budaya pop, menyediakan ruang yang aman untuk mengeksplorasi
pertanyaan-pertanyaan sulit: mengapa orang menyerahkan logika mereka? Apa yang
membuat individu yang tampaknya normal meninggalkan segalanya untuk sebuah
ideologi? Laporan ini berupaya melampaui penggambaran sensasional dalam media
untuk menganalisis dinamika kultus melalui lensa akademis, membandingkan secara
langsung arketipe fiksi dengan studi kasus nyata. Tujuannya adalah untuk
mengungkap kesamaan mendasar dalam mekanisme perekrutan, kontrol, dan perusakan
logika yang beroperasi baik di halaman komik maupun dalam sejarah tragis dunia
nyata.
Bagian I: Arketipe Kultus dalam Fiksi — Sebuah Analisis
Tipologis
Kultus dalam komik dan
manga jarang digambarkan sebagai entitas satu dimensi. Sebaliknya, mereka
merefleksikan berbagai arketipe yang secara unik mengeksplorasi aspek-aspek
berbeda dari fanatisme, manipulasi, dan kontrol. Bagian ini akan
mengidentifikasi beberapa arketipe dominan yang muncul dalam narasi fiksi,
mulai dari pemimpin karismatik hingga kekuatan tersembunyi, dan menguraikan
bagaimana mereka membangun dunia mereka.
Bab 1: Pemimpin Mesias dan Pengikut yang Hilang Arah
Arketipe ini berpusat
pada seorang pemimpin tunggal yang karismatik yang memanfaatkan kerentanan
sosial dan psikologis pengikutnya. Figur ini sering kali menawarkan keselamatan
atau tujuan yang mulia bagi mereka yang merasa terpinggirkan oleh masyarakat.
Deacon Blackfire (Batman):
Deacon Joseph Blackfire digambarkan
sebagai penipu ulung yang memangsa populasi tunawisma dan terpinggirkan di
Gotham City.1 Mengaku sebagai utusan ilahi dan dukun berusia lebih dari 100
tahun, Blackfire membangun pasukan dari kaum yang paling putus asa di kota,
menjanjikan mereka kehidupan yang lebih baik dan misi yang agung: membasmi
kejahatan di Gotham.1 Dia menggunakan pidato yang memikat dan manipulasi
psikologis, termasuk pemberian obat-obatan dan perlakuan tidak manusiawi, untuk
menghancurkan moral dan kehendak individu, termasuk Batman sendiri.1 Janji
Blackfire untuk "memberantas kejahatan" berfungsi sebagai narasi yang
menarik bagi orang-orang yang telah ditinggalkan oleh sistem. Dengan
mengisolasi pengikutnya di gorong-gorong di bawah kota, dia menciptakan
realitas terpisah di mana dia adalah satu-satunya sumber otoritas dan makna.
Kekuatan kultus Blackfire tidak terletak pada kekuatan supernatural, melainkan
pada kemampuannya untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan titik-titik lemah dalam
jiwa manusia, mengubah orang-orang yang rentan menjadi tentara yang patuh.
Bab 2: Kekuatan di Balik Tirai & Ideologi Rahasia
Berbeda dengan arketipe
mesias yang beroperasi di depan umum, jenis kultus ini menarik kekuatan dari
kerahasiaan, sejarah kuno, dan kontrol tersembunyi atas kekuasaan politik atau
sosial. Mereka mewujudkan ketakutan masyarakat terhadap konspirasi elit yang
beroperasi di luar batas-batas hukum dan moral.
Court of Owls (Batman):
Court of Owls adalah perkumpulan
rahasia yang terdiri dari keluarga-keluarga tertua dan terkaya di Gotham City.3
Organisasi ini telah mengendalikan pengaruh politik dan sosial sejak berdirinya
kota, menggunakan pembunuhan, uang, dan jaringan bawah tanah yang luas. Mereka
tidak mencari pengikut massal, melainkan merekrut atau menciptakan pembunuh
terlatih yang dikenal sebagai Talons untuk menjalankan kepentingan mereka.4
Terungkap dalam alur cerita Dark Nights: Metal
bahwa kultus ini menyembah Barbatos, dewa kegelapan dari Dark Multiverse.3 Tujuan utama mereka bukanlah keselamatan spiritual bagi massa,
melainkan kontrol politik dan sosial yang absolut. Hal ini menunjukkan bahwa
ideologi kultus dapat diubah dari narasi keagamaan menjadi alat untuk ambisi
kekuasaan murni.
The Hand (Daredevil):
The Hand adalah klan ninja mistis yang
berubah menjadi kultus. Didirikan pada tahun 1588 sebagai perkumpulan samurai
nasionalis, mereka kemudian dikorupsi oleh klan ninja kuno Snakeroot yang
memperkenalkan pemujaan terhadap iblis primordial yang dikenal sebagai
"The Beast".5 Tujuan The Hand adalah kekuasaan, dan mereka
menggunakan sihir gelap untuk membangkitkan orang mati sebagai pelayan mereka
yang setia.5 Mereka terobsesi untuk menguasai wilayah fisik, seperti sebuah
blok di Hell's Kitchen, yang menunjukkan ambisi mereka untuk mendirikan benteng
di dunia nyata.6 Transformasi mereka dari kelompok nasionalis yang berupaya
mengembalikan kekuasaan kepada rakyat Jepang menjadi sebuah kultus nihilistik
yang melayani entitas jahat menunjukkan bagaimana sebuah ideologi yang awalnya
mulia dapat menjadi rapuh dan rentan terhadap korupsi ekstrem yang didorong
oleh keinginan akan kekuatan.
Bab 3: Meta-Kultus dan Horor Kosmik
Arketipe ini melampaui
sosok pemimpin manusia dan menggambarkan kultus yang terbentuk di sekitar ide,
fenomena, atau entitas non-manusia. Mereka adalah metafora untuk bahaya
fanatisme murni dan hilangnya identitas yang diakibatkannya.
The Church of the Crimson King
(Uzumaki):
Manga horor Uzumaki menghadirkan representasi unik di mana "kultus" tidak memiliki pemimpin manusia sama sekali. Para pengikutnya adalah warga kota Kurouzu-cho yang terinfeksi oleh "kutukan spiral" yang tak dapat dijelaskan.7 Sumber dari obsesi ini adalah sebuah kota purba yang berbentuk spiral dan sentien yang mengutuk tanah di atasnya karena cemburu.7 Kutukan ini menyebabkan obsesi, paranoia, dan mutasi fisik, secara harfiah mengubah orang menjadi monster yang memuja spiral.8 Pengikut tidak tunduk pada seorang pemimpin, melainkan pada sebuah ideologi yang secara fisik terwujud di sekitar mereka. Kengerian yang sesungguhnya berasal dari hilangnya otonomi dan identitas diri saat setiap orang secara tak terhindarkan ditarik ke dalam spiral yang tak berujung, yang merupakan perwujudan metaforis dari hilangnya diri yang dialami pengikut kultus nyata.
The Church of the Saint of the Earth
(Chainsaw Man):
Dalam manga Chainsaw Man, kultus ini
muncul sebagai "kultus penggemar" yang mengagumi karakter utama,
Chainsaw Man.9 Di permukaan, mereka bertujuan untuk membantu Chainsaw Man hidup
normal. Namun, agenda ini adalah narasi yang direkayasa oleh pemimpin sejati,
iblis kelaparan Fami, untuk memanipulasi pengikut dan memicu kekacauan
apokaliptik.10 Kultus ini adalah komentar tajam tentang bagaimana fanatisme
terhadap budaya pop dapat dimanfaatkan untuk tujuan jahat. Ini menunjukkan
bagaimana narasi yang tampak mulia—seperti "membiarkan pahlawan kita hidup
normal"—dapat digunakan sebagai alat untuk merekrut dan menutupi tujuan
yang jauh lebih gelap. Taktik ini sangat mirip dengan bagaimana kultus dunia
nyata menggunakan bahasa dan simbol yang familier untuk menarik pengikut dan
menutupi agenda mereka.
Bagian II: Anatomi Kultus Nyata — Studi Kasus Sosiologis dan
Psikologis
Meskipun narasi fiksi
sering kali menonjolkan elemen dramatis, dinamika fundamental di balik kultus
nyata sering kali jauh lebih kompleks dan terperinci. Bagian ini akan mengupas
studi kasus kultus-kultus yang terjadi di dunia nyata, dengan fokus pada bagaimana
mereka merekrut pengikut, memanipulasi pemikiran, dan mempertahankan kontrol.
Bab 4: Keterpurukan, Identitas, dan Perekrutan
Studi sosiologis dan
psikologis menunjukkan bahwa orang-orang yang bergabung dengan kultus tidaklah
lemah atau mudah tertipu. Sebaliknya, mereka sering kali berada di titik
terendah dalam hidup mereka, mencari makna, komunitas, atau jawaban atas krisis
eksistensial. Kultus menawarkan sebuah solusi, sebuah identitas baru, yang
sangat sulit untuk ditolak.
The Peoples Temple (Jonestown):
The Peoples Temple, yang didirikan
oleh Jim Jones, berawal sebagai sebuah gereja yang progresif secara sosial di
San Francisco, menarik pengikut dari berbagai latar belakang yang
terpinggirkan.11 Namun, seiring dengan meningkatnya paranoia Jones, ia memindahkan
jemaatnya ke kompleks terisolasi di Guyana, tempat yang ia sebut sebagai
"Jonestown".11 Di sana, para pengikut dihadapkan pada pelecehan
psikologis dan emosional, kerja paksa, dan bahkan penggunaan narkoba untuk
mengendalikan perilaku mereka.12 Kisah Jonestown menunjukkan bahwa janji akan
sebuah utopia, yang sering kali menarik bagi orang-orang yang putus asa, dapat
berfungsi sebagai jebakan yang mengarah pada isolasi total dan kehancuran.
Ku Klux Klan (KKK):
Berbeda dengan kultus yang menawarkan
keselamatan spiritual, Ku Klux Klan menjual identitas yang eksklusif dan rasa
memiliki yang didasarkan pada supremasi kulit putih. KKK menggunakan metode
rekrutmen yang canggih, seperti "bloc recruitment," di mana mereka
merekrut anggota dari kelompok yang sudah terorganisir seperti gereja dan
persaudaraan.13 Strategi ini memungkinkan mereka untuk merekrut massa dalam
jumlah besar dan membangun solidaritas yang sudah ada. Kekerasan, meskipun
menakutkan, digunakan sebagai alat rekrutmen yang terkendali untuk
mengintimidasi lawan dan "mengesankan calon anggota" dengan
menunjukkan komitmen terhadap ideologi mereka.13 Mereka juga melakukan kegiatan
amal untuk memperbaiki citra publik mereka dan menarik anggota baru.13 Metode
ini menunjukkan bahwa perekrutan kultus tidak selalu menargetkan individu yang
terpinggirkan, tetapi juga dapat menyusup dan memanfaatkan struktur sosial yang
sudah ada.
Bab 5: Manipulasi dan Kontrol Pikiran
Inti dari fenomena
kultus adalah mekanisme psikologis yang merusak logika dan menggantikan
realitas individu dengan realitas kelompok. Proses ini, yang dikenal sebagai
"reformasi pemikiran" (thought
reform), terjadi secara bertahap dan sistematis.
Aum Shinrikyo:
Aum Shinrikyo, yang berevolusi dari sekolah yoga, berhasil merekrut sejumlah besar lulusan dari universitas-universitas elite Jepang, menantang stereotip bahwa hanya individu berpendidikan rendah yang rentan terhadap kultus.14 Pemimpinnya, Shoko Asahara, menggunakan ramalan apokaliptik untuk meyakinkan para pengikut bahwa Armageddon akan segera tiba dan bahwa mereka memiliki peran penting dalam memicu perang kosmik tersebut.15 Obsesi Asahara terhadap senjata biologis dan gagasannya tentang doomsday mengarah pada serangan gas sarin yang mematikan di kereta bawah tanah Tokyo pada tahun 1995.15 Kasus Aum menunjukkan bahwa orang-orang yang sangat berpendidikan pun dapat tertarik pada kultus jika mereka mencari jawaban atas krisis eksistensial, dan bahwa narasi ekstrem dapat membenarkan kekerasan yang tak terbayangkan.
The Unification Church (Moonies):
Didirikan oleh Sun Myung Moon, The
Unification Church menghadapi tuduhan "cuci otak" dan dikritik karena
praktik pernikahan massal yang kontroversial.16 Meskipun istilah "cuci
otak" dianggap tidak akurat, dinamika yang mereka gunakan sesuai dengan
konsep "reformasi pemikiran" oleh Robert Jay Lifton.18 Model ini
menjelaskan bagaimana kultus merekrut orang dengan menawarkan kebutuhan dasar
manusia—seperti kasih sayang, perhatian, dan makna—dan secara bertahap
memanipulasi mereka melalui isolasi dan kontrol informasi.18 Penggunaan istilah
"Orang Tua Sejati" oleh Moon menunjukkan bagaimana seorang pemimpin
dapat memposisikan dirinya sebagai figur otoritas spiritual dan familial yang
tak tertandingi, memperkuat kontrol atas pengikutnya.16
Bagian III: Perbandingan “Apple-to-Apple” — Fiksi yang
Merefleksikan Realitas
Analisis perbandingan
menunjukkan bahwa meskipun fiksi seringkali menambahkan elemen supernatural,
arketipe kultus di dalamnya mencerminkan dinamika psikologis dan sosiologis
yang sangat nyata. Perbedaan antara fiksi dan realitas sering kali terletak
pada kompresi waktu, visualisasi, dan simplifikasi proses yang kompleks.
Tabel Perbandingan Fiksi vs. Realitas
|
Kultus Fiksi |
Kultus Nyata |
Pemimpin/Ideologi |
Tujuan Utama |
Metode Kontrol |
Relevansi Psikologis |
|
Deacon Blackfire |
The Peoples Temple |
Pemimpin mesias
karismatik yang menjanjikan utopia. |
Menguasai sebuah
kota/komunitas dan mendirikan utopia pribadi. |
Manipulasi, isolasi
fisik, penggunaan obat-obatan, kekerasan psikologis. |
Keduanya
mengeksploitasi kaum terpinggirkan, yang mencari komunitas, makna, dan janji
akan kehidupan yang lebih baik, mengubah mereka menjadi pengikut fanatik. |
|
Court of Owls |
Ku Klux Klan |
Perkumpulan rahasia
dengan ideologi elit (supremasi elit/rasial). |
Kontrol politik dan
kekuasaan absolut. |
Kekerasan, intimidasi,
perekrutan dari kelompok yang sudah terorganisir, anonimitas publik, dan
ritual rahasia. |
Keduanya menawarkan
identitas eksklusif dan rasa superioritas, menggunakan kekerasan terorganisir
untuk menekan lawan dan mempertahankan kekuasaan. |
|
Friends |
Aum Shinrikyo |
Sosok yang misterius
dan diangkat ke status dewa, menggunakan "nubuat". |
Menciptakan tatanan
dunia baru dengan kekacauan apokaliptik. |
Penggunaan narasi
apokaliptik, media populer (komik/anime), dan janji keselamatan eksklusif. |
Keduanya memanfaatkan
kerentanan intelektual dan spiritual, menawarkan sebuah "pengetahuan
eksklusif" dan solusi total terhadap krisis dunia, yang pada akhirnya
membenarkan tindakan teroris. |
Analisis Perbandingan dan Distorsi Fiksi
Representasi fiksi
sering kali menyederhanakan proses manipulasi yang kompleks untuk alasan
naratif. Misalnya, proses reformasi pemikiran yang dialami Batman di tangan
Deacon Blackfire digambarkan dalam hitungan hari melalui obat-obatan dan
siksaan.1 Dalam dunia nyata, proses serupa, yang sering disebut sebagai
"brainwashing," adalah erosi identitas yang lambat dan bertahap,
membutuhkan waktu bertahun-tahun melalui isolasi, gaslighting, dan indoktrinasi
yang konsisten.18 Fiksi cenderung
mengubah proses psikologis yang panjang menjadi konflik yang cepat dan dapat
dilihat, yang dapat menciptakan persepsi yang salah bahwa "cuci otak"
adalah proses instan.
Meskipun demikian, ada
pola tersembunyi yang akurat. Baik kultus fiksi maupun nyata sering kali
memanfaatkan konsep "pengetahuan eksklusif" sebagai alat kontrol.
Court of Owls memiliki sejarah rahasia Gotham 3, The Hand memiliki pengetahuan mistis tentang "The
Beast" 5, sementara Aum
Shinrikyo mengklaim memiliki pemahaman unik tentang Armageddon.15 Akses ke informasi rahasia ini menciptakan rasa superioritas
bagi pengikut dan memperkuat ikatan kelompok, yang pada gilirannya membenarkan
isolasi mereka dari "dunia luar yang tidak tahu."
Selain itu, penggambaran
kekerasan dalam fiksi, seperti yang dilakukan oleh The Hand atau KKK, sering
kali terlihat heroik atau dramatis, tetapi dalam kenyataannya, kekerasan ini
adalah alat yang diperhitungkan untuk rekrutmen dan intimidasi.13 KKK menggunakan kekerasan terkelola untuk "mengesankan
calon anggota" dan menunjukkan komitmen terhadap ideologi mereka. Analisis
ini mengungkapkan bahwa dalam kasus nyata, kekerasan bukan hanya hasil dari
ideologi, tetapi juga merupakan bagian dari mekanisme yang dirancang untuk
menarik dan mempertahankan anggota.
Bagian IV: Psikologi Pengikut: Mengapa Logika Berhenti
Berfungsi?
Pertanyaan yang paling
mendalam tentang kultus adalah mengapa orang-orang yang tampaknya normal
bergabung dengan mereka. Analisis menunjukkan bahwa keputusan ini jarang
didasarkan pada kelemahan bawaan, melainkan pada kombinasi faktor psikologis
dan sosial.
Bab 7: Korban atau Pelaku?
Penelitian akademis
menunjukkan bahwa individu bergabung dengan kultus karena dorongan fundamental
seperti "kebutuhan untuk memiliki" (need to belong).20 Orang-orang yang
mengalami trauma, kesepian, atau kehilangan makna hidup (seperti kaum tunawisma
yang ditargetkan Blackfire atau kaum muda yang mencari komunitas) sangat
rentan.1 Kultus menawarkan identitas baru, tujuan, dan komunitas yang
sangat menarik dalam kondisi ini. Konsep ini terlihat secara sempurna dalam
narasi Deacon Blackfire, yang menemukan Batman di titik terendah psikologisnya
dan memanipulasinya dengan janji kebangkitan.
Setelah bergabung,
kultus merusak logika pengikutnya secara sistematis. Mereka menggunakan isolasi
untuk memutus kontak dengan "kenyataan" di luar, menciptakan sebuah
dunia di mana narasi kelompok adalah satu-satunya kebenaran.19 Emosi pengikut dimanipulasi, dan kemampuan untuk berpikir
kritis secara bertahap terkikis.21 Proses ini menciptakan
disonansi kognitif—ketidaknyamanan mental akibat memegang dua keyakinan yang
bertentangan—yang mendorong pengikut untuk menyelaraskan diri dengan keyakinan
kelompok, bahkan jika itu berarti mengabaikan moralitas atau logika mereka
sendiri. Penghancuran otonomi diri inilah yang memungkinkan tragedi massal
seperti pembantaian di Jonestown terjadi, di mana pengikut dengan patuh
mengikuti perintah yang tidak masuk akal, telah kehilangan kemampuan mereka
untuk menolak.
Kesimpulan: Dari Halaman Komik ke Tragedi Nyata
Laporan ini menunjukkan
bahwa meskipun fiksi sering kali menonjolkan elemen supernatural dan
sensasional, penggambaran kultus dalam komik dan manga secara akurat menangkap
dinamika fundamental dari fenomena dunia nyata. Arketipe seperti Pemimpin
Mesias, Perkumpulan Rahasia, dan Horor Kosmik adalah perwujudan dari dinamika
psikologis nyata seperti karisma, kontrol kekuasaan, dan fanatisme ideologis.
Daya tarik abadi dari
tropi kultus dalam budaya pop adalah cerminan dari kerentanan universal manusia
terhadap narasi yang menjanjikan makna, komunitas, dan jawaban di tengah
ketidakpastian. Dengan memahami bagaimana fiksi menggambarkan fenomena ini—dan di
mana ia menyederhanakannya—kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam
tentang mengapa orang-orang nyata jatuh ke dalam lubang kelinci yang berbahaya.
Batas antara pengikut dan korban, antara fanatisme dan kebebasan, adalah sebuah
garis yang terus digambar ulang oleh setiap kisah, baik yang ada di dalam komik
maupun yang tertulis dalam sejarah.
Karya
yang dikutip
1.
DEACON
BLACKFIRE - Batman Miniature Game, diakses September 23, 2025, https://www.batman-miniaturegame.com/post/deacon-blackfire
2.
Deacon
Blackfire - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Deacon_Blackfire
3.
Court
of Owls - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Court_of_Owls
4.
Court
of Owls - Multiversal Omnipedia, diakses September 23, 2025, http://moa.omnimulti.com/Court_of_Owls
5.
The
Hand (comics) - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/The_Hand_(comics)
6.
Daredevil:
The Hand – Who, What, and When? | Marvel Movie Magic, diakses September 23,
2025, https://captainzach616.wordpress.com/2015/04/22/daredevil-the-hand-who-what-and-when/
7.
Uzumaki
- Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Uzumaki
8.
Junji
Ito – Uzumaki (2000) Review | A Sky of Books and Movies, diakses September 23,
2025, https://jeroenthoughts.wordpress.com/2023/09/17/junji-ito-uzumaki-2000-review/
9.
Can
someone explain the chainsaw man church thing? : r/ChainsawMan - Reddit,
diakses September 23, 2025, https://www.reddit.com/r/ChainsawMan/comments/15fqjqh/can_someone_explain_the_chainsaw_man_church_thing/
10. Chainsaw Man - Wikipedia, diakses September
23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Chainsaw_Man
11. Blog • Peoples Temple in Jonestown, Guyana
- Roanoke County, diakses September 23, 2025, https://roanokecountyva.gov/Blog.asp?IID=147&ARC=395
12. Jonestown — FBI, diakses September 23,
2025, https://www.fbi.gov/history/famous-cases/jonestown
13. Ku Klux Klan recruitment - Wikipedia,
diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Ku_Klux_Klan_recruitment
14. Aum Shinrikyo - Wikipedia, diakses
September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Aum_Shinrikyo
15. Terrorists Use Sarin Gas in Tokyo Subway
Attack | Research ..., diakses September 23, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/politics-and-government/terrorists-use-sarin-gas-tokyo-subway-attack
16. Unification Church (religious movement) |
Research Starters - EBSCO, diakses September 23, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/religion-and-philosophy/unification-church-religious-movement
17. Moon Founds the Unification Church |
Research Starters - EBSCO, diakses September 23, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/history/moon-founds-unification-church
18. BAB II TINJAUAN PUSTAKA - KC UMN, diakses
September 23, 2025, https://kc.umn.ac.id/17360/4/BAB_II.pdf
19. (PDF) Cults in Popular Culture:
Representation vs. Reality, diakses September 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/386275768_Cults_in_Popular_Culture_Representation_vs_Reality
20. "They're Freaks!": The Cult
Stereotype in Fictional Television Shows, 1958–2008, diakses September 23,
2025, https://www.researchgate.net/publication/259731749_They're_Freaks_The_Cult_Stereotype_in_Fictional_Television_Shows_1958-2008
21. Memahami Kecerdasan Emosional dan Spiritual Melalui Lensa Islam, diakses September 23, 2025, https://jurnalistiqomah.org/index.php/merdeka/article/view/196/191
0 comments:
Posting Komentar