Senin, 15 September 2025

Evolusi Gaya Gambar Komik Indonesia dari Tradisional hingga Hibriditas Visual


Menyingkap Hibriditas Visual Komik Indonesia

Sejak kemunculannya sebagai medium modern, komik telah menjadi cermin yang merefleksikan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya di Indonesia. Namun, perjalanan visualnya tidaklah linier, melainkan sebuah tapestry yang rumit, diwarnai oleh adaptasi, sintesis, dan perdebatan panjang. Di jantung perdebatan ini, terdapat pertanyaan fundamental: apakah identitas komik Indonesia harus memiliki satu gaya gambar yang khas dan unik? Atau, apakah kekuatannya justru terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi, menyerap, dan menyatukan berbagai bahasa visual dari seluruh dunia?

Laporan ini akan mengupas tuntas evolusi gaya gambar komik di Indonesia melalui analisis historis dan kritis. Dimulai dari akar budayanya yang telah mengendap dalam tradisi naratif visual kuno, laporan ini akan menelusuri bagaimana komik Indonesia berinteraksi dengan gaya Barat—khususnya komik Amerika dan realisme—sebelum akhirnya berhadapan dengan fenomena global yang mengubah lanskap industri: dominasi manga Jepang. Laporan ini juga akan menganalisis perdebatan seputar "krisis identitas" yang mengemuka akibat pergeseran gaya ini dan mengemukakan argumen bahwa identitas komik Indonesia yang sejati bukanlah sebuah bentuk tunggal, melainkan sebuah entitas yang dinamis dan pluralistis, sebuah "Bhinneka Tunggal Ika" visual yang mampu menceritakan kisah lokal dengan berbagai rupa.

Bab I: Dari Relief Candi ke Pahlawan Wayang—Akar dan Kebangkitan Komik Indonesia

1.1 Jejak Awal: Seni Naratif Visual Nusantara

Tradisi bercerita dengan gambar di Indonesia telah mengakar jauh sebelum kemunculan komik modern. Bukti historis menunjukkan bahwa cara bercerita menggunakan gambar telah dikenal sejak zaman kerajaan di kepulauan Nusantara, dengan contoh paling jelas adalah relief-relief yang terdapat pada candi-candi yang tersebar di seluruh Indonesia.1 Relief-relief ini tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi, tetapi juga sebagai medium naratif visual yang mengisahkan epos atau cerita-cerita keagamaan, seperti relief di Candi Prambanan yang menggambarkan kisah Ramayana.3

Lebih lanjut, tradisi penceritaan bergambar ini juga hadir dalam bentuk Wayang Beber, sebuah seni pertunjukan wayang di Jawa yang berkembang pada masa Kerajaan Majapahit. Dalam Wayang Beber, gulungan kain bergambar dinarasikan oleh seorang dalang, menciptakan perpaduan antara visual dan narasi lisan yang sangat mirip dengan esensi komik modern.2 Tradisi seni rupa ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki fondasi yang kuat dalam narasi visual, membentuk sebuah landasan budaya yang siap untuk menyambut medium komik di kemudian hari. 

1.2 Lahirnya Komik Modern dan Pengaruh Awal (1930-an)

 Komik modern di Indonesia mulai muncul sekitar tahun 1930-an dalam bentuk komik strip yang dimuat dalam surat kabar dan majalah. Pada masa itu, komik-komik karya komikus Indonesia dapat ditemukan pada media-media berbahasa Belanda, seperti De Java Bode dan D'orient, serta majalah mingguan Tionghoa, Sin Po.1 Pada periode ini, muncul karakter komik Indonesia modern pertama, yaitu Put On karya Kho Wan Gie.2 Uniknya, Put On hadir di tengah kegelisahan identitas masyarakat Tionghoa di Indonesia, menggambarkan seorang pria Tionghoa yang menganggap Indonesia sebagai tanah airnya, menunjukkan bahwa sejak awal, komik telah berfungsi sebagai medium untuk merefleksikan isu-isu sosial dan identitas lokal.2

1.3 Masa Keemasan dan Sintesis Gaya (1950-an hingga 1970-an)

Periode dari tahun 1950-an hingga 1970-an sering disebut sebagai era kejayaan komik Indonesia. Pada masa ini, komik lokal mulai diterbitkan dalam bentuk buku, bukan hanya komik strip di koran.1 Komikus-komikus Indonesia mulai menciptakan karakter dan cerita dengan ciri khas yang sangat digemari masyarakat.4

Di era ini, R.A. Kosasih muncul sebagai tokoh sentral yang kemudian dikenal sebagai "Bapak Komik Indonesia".1 R.A. Kosasih memulai karirnya dengan meniru gaya Wonder Woman dari komik Barat untuk menciptakan pahlawan super wanita bernama Sri Asih.1 Namun, puncak karyanya adalah genre

Komik Wayang yang mengangkat epos Hindu Ramayana dan Mahabharata, serta folklore tradisional seperti Sangkuriang.5 Karya-karya ini menjadi monumen yang mendefinisikan identitas komik Indonesia pada masanya dengan jelas.5 Analisis menunjukkan bahwa gaya visual yang digunakan R.A. Kosasih adalah perpaduan antara gaya visual Amerika dan gaya realis.5 Gaya realis ini mengacu pada penggambaran tokoh yang dibuat semirip mungkin dengan bentuk aslinya, mengikuti kaidah anatomi dan proporsi manusia.5

Selain R.A. Kosasih, era ini juga melahirkan komikus-komikus lain dengan genre yang khas, seperti Ganes Th dengan komik silat Si Buta dari Gua Hantu dan Jan Mintaraga yang mengeksplorasi narasi romansa dan budaya urban Jakarta.4 Komik-komik romansa Jan Mintaraga merefleksikan dialektika antara mimpi dan realitas kehidupan kota yang sedang berkembang.8

Sangat penting untuk dicatat bahwa fenomena hibriditas visual bukanlah hal baru dalam sejarah komik Indonesia; proses ini telah ada sejak era keemasan. Meskipun tema Wayang dan folklore adalah konten lokal, gaya gambarnya merupakan adaptasi dari gaya Barat yang populer pada saat itu.10 Komikus seperti R.A. Kosasih secara kreatif menggabungkan narasi wayang (konten yang telah mengakar di masyarakat) dengan gaya gambar realis Barat (bentuk visual modern), yang menunjukkan bahwa identitas komik Indonesia tidak pernah murni, melainkan selalu merupakan hasil perpaduan yang dinamis.

Lebih lanjut, pergeseran tema menjadi lokal ini tidak terjadi di ruang hampa. Pada periode 1960-an dan 1970-an, adaptasi komik asing mendapatkan tentangan dan kritikan dari kalangan pendidik yang menganggapnya kurang mendidik.1 Kritik ini menjadi katalisator bagi para komikus untuk beralih ke tema-tema budaya Indonesia dan sejarah.1 Fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran kolektif sejak dini tentang pentingnya konten lokal. Perdebatan mengenai identitas komik, meskipun tidak secara eksplisit membahas gaya gambar, telah menjadi bagian dari sejarah komik Indonesia jauh sebelum era digital.

Periode

Ciri Khas & Gaya Gambar Dominan

Komikus & Karya Utama

Pra-Komik (Zaman Kerajaan)

Narasi visual tradisional, relief, simbolis.

Relief Candi, Wayang Beber

Generasi 1930-an

Komik strip di koran, pengaruh Eropa.

Kho Wan Gie (Put On)

Generasi 1940-50an

Komik buku pertama, adaptasi pahlawan Barat.

R.A. Kosasih (Sri Asih)

Generasi 1960-70an

Masa keemasan, tema lokal (wayang, silat, romansa), gaya Realis/Amerika.

R.A. Kosasih (Komik Wayang), Ganes Th (Si Buta), Jan Mintaraga (Sebuah Noda Hitam)

Generasi 1990-2000an

Kebangkitan, dominasi Manga.

Komikus lokal dengan gaya manga, adaptasi cerita lokal.

Era Digital

Pluralisme gaya, Webtoon, komik strip, tema sosial.

Faza Meonk (Si Juki), Nurfadli Mursyid (Tahilalats)

 

Bab II: Masa Suram dan Serbuan dari Timur—Dominasi Manga dan Perubahan Lanskap

2.1 Kemunduran dan Kekosongan Pasar (1980-an)

 Setelah mengalami masa kejayaan, dunia perkomikan Indonesia memasuki masa yang suram pada tahun 1980-an.4 Periode ini ditandai dengan minimnya jumlah komik karya komikus lokal yang diterbitkan dan dikonsumsi secara massal.11 Salah satu penyebab utama adalah serbuan komik dari negara lain—terutama Jepang, Hong Kong, dan Eropa—yang kalah bersaing di toko-toko buku.4 Kondisi ini memaksa para komikus lokal untuk "bergerilya" kembali ke format komik strip dan karikatur di koran nasional untuk bertahan hidup.4

2.2 Invasi Budaya Pop Jepang dan Resep Kesuksesan Manga

Sejak era 90-an dan 2000-an, manga dari Jepang tidak hanya sekadar mengisi kekosongan pasar, tetapi juga mendominasi lanskap industri komik Indonesia.12 Faktor-faktor di balik dominasi ini sangat kompleks. Pertama, manga berhasil diterjemahkan dan dikemas ulang oleh penerbit besar, membuat judul-judul seperti Doraemon dan Detective Conan mudah diakses dan sangat populer di kalangan masyarakat.13 Kedua, harga komik manga yang relatif terjangkau dengan format sekuel yang menarik juga menjadi daya tarik.15 Ketiga, popularitas manga tidak berdiri sendiri. Ia didukung oleh ekosistem budaya pop Jepang yang terintegrasi, di mana anime dan bahkan drama TV (Meteor Garden yang diadaptasi dari Hana Yori Dango) menjadi jembatan bagi audiens untuk lebih mengenal manga.13

Dominasi manga di pasar komik Indonesia ini bukan hanya karena preferensi audiens, melainkan juga merupakan sebuah respon ekonomi dari para komikus dan penerbit lokal. Industri komik lokal kurang produktif dan tidak memiliki aktivitas penerbitan yang signifikan di akhir tahun 1970-an hingga awal 1990-an.11 Oleh karena itu, ketika manga terbukti memiliki daya tarik pasar yang luar biasa, mencoba menerbitkan karya-karya komikus lokal dengan gaya gambar manga menjadi sebuah strategi yang logis untuk merebut kembali pasar.1

2.3 Adopsi dan Dampak Langsung di Industri Lokal

Resep kesuksesan manga mendorong banyak komikus lokal untuk mengadopsi gaya visual ala Jepang.1 Dampak adopsi ini tidak hanya bersifat kreatif, tetapi juga industri. Di satu sisi, popularitas ini memicu pertumbuhan bisnis baru, seperti berdirinya manga school dan lembaga pendidikan yang mengajarkan cara membuat komik.13 Di sisi lain, adopsi yang berlebihan juga memicu kekhawatiran akan kualitas gambar dan alur cerita dari komikus muda yang masih meniru gaya Jepang.13 Masalah ini bahkan meluas hingga pada hal-hal kecil seperti penggunaan nama samaran ala Jepang dan tema cerita yang mengadopsi setting khas Jepang, seperti seragam sekolah sailor.13

Kondisi ini menimbulkan perdebatan tentang krisis identitas yang melanda komik Indonesia.12 Namun, ketika dianalisis lebih dalam, kekhawatiran ini dapat dilihat sebagai manifestasi dari "krisis identitas budaya" yang lebih besar, yang sering dialami oleh negara-negara bekas jajahan seperti Indonesia.18 Laporan akademis menunjukkan bahwa negara-negara ini dapat memasuki fase "penjajahan baru" yang tidak lagi bersifat fisik, melainkan mental, yang disebabkan oleh kapitalisme global dan politik kebudayaan.18 Dominasi komik asing dan kecenderungan peniruan gaya visualnya dapat dianggap sebagai gejala dari fenomena sosiologis ini, menempatkan isu komik dalam konteks lanskap budaya yang lebih luas.

Bab III: Perdebatan Identitas: Krisis atau Hibrida Dinamis?

3.1 Argumen “Krisis Identitas”

Perkembangan yang didominasi oleh pengaruh asing ini telah memicu argumen bahwa komik Indonesia sedang mengalami krisis identitas.12 Pandangan ini berasumsi bahwa dengan meniru gaya visual dari komik Eropa atau Jepang, komik Nusantara kehilangan keaslian dan kekhasannya.12 Ada kekhawatiran bahwa nilai-nilai lokal dirasa semakin mengabur seiring berjalannya waktu akibat peniruan yang masif.13 Bagi para pendukung argumen ini, identitas sebuah komik sangat erat kaitannya dengan gaya visual yang unik dan otentik.

3.2 Argumen “Hibriditas Dinamis”

Namun, ada pandangan yang berlawanan dan lebih kontemporer. Perspektif ini berargumen bahwa tidak ada satu pun gaya gambar Indonesia yang bisa diidentifikasi secara tunggal, dan justru keragaman gaya inilah yang menjadi kekuatan.14 Keragaman ini, yang mencakup aliran realis, manga, dan kartunis, bisa disamakan dengan semboyan negara kita, berbeda-beda tetapi tetap satu.14

Pandangan ini diperkuat oleh analisis terhadap fenomena hibriditas, di mana komikus secara sadar memadukan elemen-elemen lokal dan global untuk menciptakan sesuatu yang baru dan unik. Komik Garudayana menjadi studi kasus yang sempurna untuk menjelaskan konsep ini.20

Garudayana secara eksplisit mengadopsi dua identitas budaya yang berbeda: narasi wayang (lokal) dan gaya visual manga (Jepang).21 Penelitian menunjukkan bahwa komikus Garudayana berhasil memberikan "nyawa" pada setiap panelnya, yang dipengaruhi oleh nilai-nilai manga, namun tetap setia pada sastra Mahabharata, motif Nusantara, dan geografi Indonesia.20 Audien yang diwawancarai dalam penelitian tersebut menyatakan senang dan puas dengan kehadiran Garudayana, membuktikan bahwa sebuah karya hibrida yang mengintegrasikan konten lokal dapat bersaing dengan komik dari budaya dominan seperti Jepang.20

Ini mengarah pada sebuah kesimpulan kritis: identitas komik Indonesia yang sejati tidak terletak pada gaya gambarnya, melainkan pada kemampuannya untuk mengadopsi berbagai bahasa visual global demi menceritakan kekayaan narasi dan nilai-nilai lokal. Perdebatan tentang krisis identitas cenderung keliru karena berfokus pada bentuk (gaya gambar) daripada substansi (konten). Hibridisasi yang terjadi dalam komik Indonesia kontemporer adalah sebuah proses kreatif yang setara dengan bagaimana manga itu sendiri berevolusi dari perpaduan seni tradisional Jepang dengan komik strip Amerika.22

 

Karakteristik

Gaya Realis / Wayang

Gaya Amerika

Gaya Manga

Anatomi Tubuh

Mengikuti kaidah proporsi nyata, realis.5

Proporsi realistis, cenderung heroisme dengan otot dan lekukan tubuh yang jelas.5

Sering mengalami elongasi (pemanjangan) struktur tubuh, variasi bentuk (chibi, dewasa, dll.).23

Ekspresi Wajah

Realis, mengikuti mimik manusia asli.16

Realis, terkesan dramatis.

Mata tokoh besar dan ekspresif, rambut berwarna-warni.5

Panel & Alur

Bervariasi, dari kotak hingga trapesium. Alur dari kiri ke kanan.12

Jarang panel yang rumit atau dinamis, cenderung standar seperti komik strip.23

Paneling dinamis dan kompleks.23

Tema Utama

Epos, folklore, silat, romansa.4

Heroisme, pahlawan super.5

Beragam: petualangan, romansa remaja (shojo), slice of life, horor.13

Karakteristik Lain

Mempertahankan atribut karakter tradisional (misalnya, gelung wayang).10

Sering menampilkan umpatan dan ledekan khas Eropa.23

Seringkali menggunakan gesture tokoh yang tidak biasa.5

 

Bab IV: Era Digital dan Masa Depan Identitas yang Pluralis

4.1 Revolusi Digital dan Demokratisasi Kreasi

Kebangkitan kembali komik Indonesia di era 2000-an tidak lepas dari meluasnya penggunaan internet dan kebebasan informasi pasca-reformasi.1 Berbeda dengan masa kejayaan di era cetak yang didominasi oleh industri rumahan dan penerbit individu, era digital membuka jalan bagi platform komik digital seperti Webtoon.4 Platform ini secara efektif menghilangkan hambatan distribusi dan penerbitan yang sebelumnya menekan komikus lokal.11 Hal ini memberikan kesempatan eksplorasi gaya yang sebebas-bebasnya, karena para komikus dapat langsung menjangkau audiens tanpa terhalang kurasi penerbit.1

Pergeseran ke digital bukanlah sekadar perubahan format, melainkan katalisator untuk diversifikasi identitas. Kondisi masyarakat informasi yang bersifat global dan tanpa restriksi memungkinkan berbagai gaya visual dan cerita yang sebelumnya tidak memiliki ruang untuk menemukan audiensnya sendiri.26

4.2 Munculnya Identitas yang Plural dan Relevant

 Demokratisasi kreasi di era digital telah melahirkan gelombang baru komikus dengan gaya gambar yang beragam, yang tidak hanya terbatas pada gaya manga. Muncul gaya kartunis atau semi-realis yang berbeda, seperti yang terlihat pada komik Si Juki dan Tahilalats.9 Komik-komik ini sukses dengan gaya visual yang sederhana namun khas, dan yang terpenting, mereka mengangkat isu-isu sehari-hari yang lekat dengan masyarakat, seperti kehidupan mahasiswa dan kritik sosial.9

Ini menunjukkan bahwa identitas komik Indonesia juga dapat diartikulasikan melalui narasi lisan dan dialog yang otentik. Selain tema sosial, komik modern seringkali menggunakan humor dan cara pandang yang akrab dengan budaya percakapan di Indonesia, yang tidak memerlukan gaya gambar yang secara tradisional dianggap "khas Indonesia." Identitas sebuah komik tidak lagi terbatas pada visual; bahasa dan cara bercerita juga memainkan peran krusial dalam membentuk identitas yang unik dan relevan bagi audiens lokal.

Epilog: Komik sebagai Cermin Budaya yang Plural

Perjalanan komik Indonesia dari akar tradisi hingga era digital adalah sebuah kisah tentang adaptasi dan pluralisme. Analisis ini menunjukkan bahwa perdebatan tentang krisis identitas komik Indonesia adalah misnomer. Apa yang terjadi bukanlah hilangnya identitas, melainkan sebuah proses hibridisasi yang dinamis di mana identitas lokal berdialog dengan pengaruh global. Identitas komik Indonesia tidak pernah tunggal dan murni, melainkan selalu menjadi hasil dari perpaduan yang terus-menerus.

Pada akhirnya, jawaban atas pertanyaan sentral—apakah penting sebuah identitas gaya menggambar—adalah bahwa identitas style tidak penting dalam arti harus ada satu gaya tunggal yang seragam. Sebaliknya, identitas komik Indonesia yang sejati terletak pada kemampuannya untuk mengadopsi berbagai bahasa visual—dari gaya realis R.A. Kosasih, dominasi manga, hingga gaya kartunis Si Juki—untuk menceritakan kekayaan narasi lokal. Komik adalah medium yang kuat untuk menambah wawasan, mengembangkan imajinasi, dan mempertahankan kearifan lokal terlepas dari gaya visual yang digunakan.5 Melalui pluralitas gaya visualnya, komik Indonesia modern merefleksikan masyarakatnya sendiri yang sangat beragam, menjadikannya cermin budaya yang jujur dan dinamis.

Karya yang dikutip

1.     Komik: Seni Budaya Kelas Viii | PDF | Fiksi Umum - Scribd, diakses September 15, 2025, https://id.scribd.com/document/496583658/K-O-M-I-K

2.     Universitas Darma Persada BAB II AWAL PERKEMBANGAN KOMIK INDONESIA DAN MANGA A. Awal Perkembangan Komik Indonesia 1. Komik Perta, diakses September 15, 2025, http://repository.unsada.ac.id/1671/3/BAB%20II.pdf

3.     Visual Design for the Universe of Wayang Comics - Repository ..., diakses September 15, 2025, http://repository.ikj.ac.id/980/1/210614_Visual%20Design%20for%20the%20universe%20of%20comics%20%20%281%29.pdf

4.     Perkembangan Komik di Indonesia dari Era Cetak sampai Digital, diakses September 15, 2025, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/08/31/perkembangan-komik-di-indonesia-dari-era-cetak-sampai-digital

5.     (PDF) Gaya Visual Nusantara dalam Media Cover Komik Sangkuriang Karya R. A. Kosasih, diakses September 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/372894823_Gaya_Visual_Nusantara_dalam_Media_Cover_Komik_Sangkuriang_Karya_R_A_Kosasih

6.     Reinterpretation of the Ramayana in Indonesia : A Consideration of the Comic Works of R. A. Kosasih, diakses September 15, 2025, https://minpaku.repo.nii.ac.jp/record/4816/files/KH_040_2_07.pdf

7.     View of BAHASA RUPA KOMIK WAYANG KARYA R.A. KOSASIH, diakses September 15, 2025, https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/gelar/article/view/1537/1487

8.     In The Mood for Urban Culture : The Romance Comics of Jan ..., diakses September 15, 2025, https://sukab.wordpress.com/2024/06/22/in-the-mood-for-urban-culture-the-romance-comics-of-jan-mintaraga/

9.     Komik Indonesia dari Masa ke Masa - Tutur Visual - Kompas.id, diakses September 15, 2025, https://interaktif.kompas.id/baca/evolusi-komik-indonesia/

10.  (PDF) Visual Adaptation Of Wayang Characters In Teguh Santosa's Comic Art, diakses September 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/328661502_Visual_Adaptation_Of_Wayang_Characters_In_Teguh_Santosa's_Comic_Art

11.  PEMETAAN KOMIK INDONESIA PERIODE TAHUN 1995-2008 - CORE, diakses September 15, 2025, https://core.ac.uk/download/481318389.pdf

12.  Analisis Konsep Dan Gaya Visual Komik “Sri Asih Vs Si Seribu Mata” - Jurnal UPI, diakses September 15, 2025, https://ejournal.upi.edu/index.php/irama/article/download/31903/17207

13.  Geliat Komik Indonesia - Neliti, diakses September 15, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/155343-ID-geliat-komik-indonesia.pdf

14.  Perkembangan Manga dan Komik Indonesia: Bagai Langit dan Bumi - Risa Media, diakses September 15, 2025, https://www.risamedia.com/perkembangan-manga-dan-komik-indonesia-bagai-langit-dan-bumi/

15.  Popularitas Manga di Prancis Makin Melambung - VOA Indonesia, diakses September 15, 2025, https://www.voaindonesia.com/a/popularitas-manga-di-prancis-makin-melambung/6262611.html

16.  Anime dan Manga di Indonesia: Dampak Sosial dan Psikologis, diakses September 15, 2025, https://tirto.id/anime-dan-manga-di-indonesia-dampak-sosial-dan-psikologis-hfvK

17.  Pengaruh Komik Asing terhadap Visualisasi Perkembangan Komik di Indonesia - Semantic Scholar, diakses September 15, 2025, https://pdfs.semanticscholar.org/742c/7104340adc75c009426e45012b3b0bd28592.pdf

18.  (PDF) Krisis Identitas Budaya: Studi Poskolonial pada Produk Desain Kontemporer, diakses September 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/329710250_Krisis_Identitas_Budaya_Studi_Poskolonial_pada_Produk_Desain_Kontemporer

19.  menguak mitos: diskursus gaya gambar amerika, jepang, eropa, gaya gambar indonesia dan - Neliti, diakses September 15, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/230086-menguak-mitos-diskursus-gaya-gambar-amer-c9fde448.pdf

20.  Representasi identitas lokal sebagai sebuah Subculture analisis ..., diakses September 15, 2025, https://lib.ui.ac.id/detail?id=20317263&lokasi=lokal

21.  Memahami Identitas Hibrida pada Komik Indonesia Kontemporer ..., diakses September 15, 2025, https://www.neliti.com/publications/186712/memahami-identitas-hibrida-pada-komik-indonesia-kontemporer-analisis-semiotika-k

22.  PENGARUH GLOBALISASI BUDAYA TERHADAP PEMBENTUKAN SUBKULTUR MANGA DI JEPANG SKRIPSI Untuk Memenuhi - CORE, diakses September 15, 2025, https://core.ac.uk/download/290419474.pdf

23.  Rupa Kata 1 - Desain Karakter Pada Komik Wayang Pengaruh Gaya Manga Pada Desain Karakter Komik Garudayana Dan Barata Muda.pdf, diakses September 15, 2025, http://repository.ikj.ac.id/971/1/Rupa%20Kata%201%20-%20Desain%20Karakter%20Pada%20Komik%20Wayang%20Pengaruh%20Gaya%20Manga%20Pada%20Desain%20Karakter%20Komik%20Garudayana%20Dan%20Barata%20Muda.pdf

24.  JURNAL TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMIK MANGA BERGAYA KARAKTER MOE TENTANG KEANEKARAGAMAN BAKPIA BAGI PEMBACA REMAJA - Digilib, diakses September 15, 2025, http://digilib.isi.ac.id/8388/5/Matthew%20Adhitia_1410117124_Jurnal.pdf

25.  323 PEMANFAATAN INOVASI KOMIK DIGITAL E-WAYANG GUNA ESKALASI PROMOSI BUDAYA WAYANG DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 4 DENPASAR I Gede Ag, diakses September 15, 2025, https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/pilar/article/download/8706/6760/21670

26.  (PDF) PERKEMBANGAN TREN MEMBACA KOMIK PADA ERA DIGITAL DI INDONESIA, diakses September 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/360973827_PERKEMBANGAN_TREN_MEMBACA_KOMIK_PADA_ERA_DIGITAL_DI_INDONESIA

27.  Komik Lokal, Kreativitas Tanpa Tempat Layak Halaman 1 - Kompasiana.com, diakses September 15, 2025, https://www.kompasiana.com/eufrasiaregina0736/673cca5734777c5610523f74/komik-lokal-kreativitas-tanpa-tempat-layak





 

2 komentar:

  1. Udah lama ngga baca blog seperti ini, keren nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kakk, saya akan coba update terus dengan artikel komik menarik lainnyaa

      Hapus