Rabu, 17 September 2025

Membongkar Kenapa Boruto Gagal Menyaingi Naruto: Sebuah Analisis Mendalam tentang Beban Warisan Fiksi

 


Di Persimpangan Nostalgia dan Masa Depan

Selama lebih dari satu dekade, serial manga dan anime Naruto karya Masashi Kishimoto berdiri sebagai mercusuar di dunia budaya pop, menanamkan nilai-nilai kegigihan, persahabatan, dan tekad yang tak tergoyahkan ke dalam hati jutaan penggemar di seluruh dunia. Kisah seorang anak yatim piatu yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan akhirnya menjadi pemimpin di desanya tidak hanya menghibur, tetapi juga membentuk pandangan hidup satu generasi. Dengan fondasi narasi dan warisan karakter yang begitu kuat, kemunculan sekuelnya, Boruto: Naruto Next Generations, seharusnya menjadi perayaan dan kelanjutan yang gemilang.

Namun, alih-alih merangkul kesuksesan pendahulunya, Boruto justru terjebak dalam pusaran kritik dan ketidakpuasan yang tiada henti dari basis penggemar setia yang sama. Pertanyaan sentral yang muncul adalah: mengapa sebuah warisan narasi yang begitu kuat, alih-alih menjadi batu loncatan, justru menjadi bumerang bagi kelangsungan cerita? Mengapa Boruto, yang secara komersial sukses, secara artistik dianggap gagal oleh banyak orang?

Laporan ini disusun untuk menjembatani kesenjangan antara kritik emosional yang sering kali mendominasi ruang-ruang diskusi penggemar dengan analisis struktural yang berakar pada teori-teori akademis. Dengan menggunakan lensa teori naratif dan resepsi audiens, serta membandingkan fenomena ini dengan studi kasus serupa dari manga dan komik global, laporan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang "mengapa" di balik reaksi negatif terhadap sekuel warisan. Penelusuran ini tidak hanya akan memvalidasi perasaan penggemar, tetapi juga memberikan kerangka kerja dan kosakata baru untuk menavigasi diskursus budaya pop dengan wawasan yang lebih terinformasi.

 

2. Kritik Terhadap Boruto: Membongkar Ketidakpuasan Penggemar

Reaksi penggemar terhadap Boruto bukanlah semata-mata ketidaksetujuan minor terhadap plot, melainkan sebuah penolakan fundamental yang bersumber dari beberapa pilar naratif utama yang dianggap telah rusak. Kritik-kritik ini sering muncul di forum diskusi online dan media sosial, membentuk konsensus yang luas di antara basis penggemar lama.


2.1. Devaluasi Karakter Lama (The “Nerfing” Phenomenon)

Salah satu kritik paling menonjol adalah apa yang disebut "nerfing" karakter, di mana karakter-karakter lama yang telah mencapai puncak kekuatan mereka di akhir seri Naruto tiba-tiba digambarkan jauh lebih lemah dan tidak berdaya.1 Naruto dan Sasuke, yang pada Perang Ninja Keempat terbukti memiliki kekuatan setingkat dewa, kini diperlihatkan berjuang melawan ancaman yang lebih kecil atau bahkan dikalahkan sepenuhnya oleh musuh-musuh baru.1 Kritikus menyoroti adegan seperti Sasuke yang kesulitan melawan dinosaurus, atau Naruto yang dianggap bodoh, seolah-olah seluruh pencapaian dan kekuatan yang telah mereka peroleh selama ribuan bab cerita diabaikan begitu saja.1

Tindakan ini, meskipun mungkin diniatkan sebagai sebuah langkah naratif untuk membuka ruang bagi protagonis baru, Boruto, justru menciptakan efek bumerang. Tujuannya adalah untuk membuat Boruto terlihat relevan dan kuat dalam menghadapi ancaman baru yang melampaui generasi sebelumnya.2 Namun, langkah ini secara tidak sengaja merusak fondasi narasi asli Naruto yang dibangun di atas prinsip "kerja keras akan mengalahkan bakat".2 Pengorbanan, pertempuran legendaris, dan pelajaran berharga yang telah membentuk karakter-karakter ini terasa hampa jika kekuatan yang dimenangi dengan susah payah dapat hilang begitu saja. Alih-alih merasa terkesan oleh Boruto, banyak penggemar justru merasa dikhianati karena janji naratif yang sudah disepakati di masa lalu telah dilanggar. Ini bukan sekadar ketidakpuasan, melainkan perasaan bahwa fondasi cerita yang mereka cintai telah dihancurkan demi memajukan plot yang dianggap kurang menarik.


2.2. Pergeseran Tema: Dari Pertarungan Ninja ke Sains dan Alien

Kritik lain yang sering diajukan adalah pergeseran drastis dalam tema dan estetika cerita.3 Dunia Naruto dibangun di atas fondasi yang unik: sebuah dunia ninja feodal yang didasarkan pada jurus tangan, kekuatan klan, dan teknik-teknik terlarang.3 Namun, Boruto memperkenalkan elemen-elemen fiksi ilmiah yang terasa tidak pada tempatnya, seperti alat ninja ilmiah, cyborg, dan ancaman dari ras alien.3

Perubahan ini menimbulkan sebuah bentrokan fundamental dalam pandangan dunia (worldview) antara kreator dan audiens. Audiens telah menginternalisasi narasi tentang "apa itu dunia ninja," dan ketika elemen-elemen yang menyimpang dan tidak terduga diperkenalkan, mereka cenderung menolaknya.4 Dalam kerangka Teori Resepsi, ini dapat dipahami sebagai "pembacaan oposisi" (oppositional reading).5 Alih-alih menerima pesan yang disajikan kreator—bahwa dunia ninja telah berevolusi—audiens menolak premis tersebut karena dianggap mengabaikan esensi yang membuat dunia itu dicintai sejak awal.3 Perasaan ini diperkuat oleh fakta bahwa elemen-elemen orisinal yang dicintai, seperti taijutsu (gaya bertarung tangan kosong), kini menjadi tidak relevan di hadapan teknologi baru.3


2.3. Pacing dan Penulisan Plot

Masalah pacing dan eksekusi plot juga merupakan sumber ketidakpuasan yang signifikan.1 Banyak penggemar mengeluhkan terlalu banyaknya episode "filler" atau "anime canon" yang tidak relevan dengan plot manga, membuat cerita terasa lambat dan kurang memiliki taruhan (stakes) yang kuat.1 Sementara beberapa penggemar membela bahwa alur yang lebih lambat memungkinkan pengembangan karakter lebih lanjut, banyak yang merasa bahwa narasi kehilangan ketegangan yang mendefinisikan pertempuran dan alur cerita di Naruto.7

Fenomena ini dapat dipahami sebagai dampak langsung dari tekanan industri. Anime Boruto seringkali harus diproduksi secara mingguan tanpa bahan sumber manga yang cukup, memaksa studio untuk menciptakan alur cerita tambahan untuk memenuhi jadwal produksi yang ketat.7 Hasilnya adalah sebuah ketegangan yang merusak antara tujuan komersial (menjaga serialisasi) dan integritas artistik. Pengalaman ini tidak hanya membuat audiens merasa bosan dan frustrasi, tetapi juga dapat memicu kelelahan pada kreator itu sendiri, seperti yang terlihat pada kasus lain, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas cerita secara keseluruhan.8


3. Beban Ekspektasi: Kerangka Teori Naratif dan Resepsi Audiens

Kritik-kritik yang diuraikan di atas bukanlah sekadar keluhan subjektif, melainkan manifestasi dari prinsip-prinsip naratif dan psikologis yang lebih dalam. Beban warisan yang ditanggung oleh Boruto dapat dianalisis secara sistematis menggunakan dua kerangka teoretis utama.


3.1. Narasi sebagai Struktur Ekspektasi

Otak manusia memproses cerita sebagai "struktur ekspektasi" yang terorganisir.4 Sepanjang perjalanannya, narasi sebuah cerita membangun "memori naratif" yang berfungsi sebagai panduan, menginternalisasi norma-norma tentang apa yang "normal," "diharapkan," dan "kanonikal" dalam dunia cerita tersebut.4 Selama dua dekade, Naruto membangun sebuah struktur ekspektasi yang kuat tentang kekuatan karakter, prinsip-prinsip dunia ninja, dan alur cerita yang menantang namun dapat diatasi melalui kerja keras.2

Ketika Boruto melangkah ke dalam dunia ini, ia tidak hanya mewarisi popularitasnya, tetapi juga seluruh "struktur ekspektasi" yang telah tertanam dalam diri penggemar. Namun, ketika cerita baru itu secara fundamental melanggar ekspektasi ini—misalnya, dengan secara drastis melemahkan karakter yang sebelumnya tak terkalahkan atau mengubah fondasi teknologi dunia—respons penolakan dari audiens menjadi tidak terhindarkan.4 Penolakan ini adalah respons alami dari pikiran yang mencoba memahami penyimpangan dari norma naratif yang telah ditetapkan.


3.2. Psikologi Bumerang Fandom (The Backfire Effect)

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan analogi dari psikologi kognitif yang dikenal sebagai "efek bumerang worldview" (worldview backfire effect).10 Efek ini terjadi ketika informasi baru yang disajikan—dalam hal ini, alur cerita Boruto—menantang sistem kepercayaan atau identitas yang dipegang erat oleh seseorang.11 Alih-alih mengubah pandangan mereka, individu justru menjadi lebih kuat dalam memegang keyakinan lama mereka untuk mempertahankan "worldview" atau pandangan dunia mereka.10

Dalam konteks fandom, Naruto bukan hanya sekadar cerita; bagi banyak penggemar, ia adalah bagian dari identitas mereka.12 Nilai-nilai, karakter, dan pencapaian dalam seri ini adalah bagian dari "worldview" yang mereka bagikan. Ketika Boruto memperkenalkan plot yang dianggap merusak atau mengkhianati nilai-nilai ini, penggemar tidak hanya bereaksi dengan kritik logis; mereka bereaksi dengan penolakan emosional yang intens, sebuah tindakan untuk mempertahankan identitas fandom yang mereka cintai.12 Reaksi ini, meskipun mungkin terlihat tidak rasional di permukaan, berakar pada mekanisme psikologis yang dapat dipahami.

Analisis di atas dapat disajikan dalam sebuah tabel untuk memperjelas hubungan antara kritik spesifik penggemar dan teori-teori yang mendasarinya.

Kritik Penggemar terhadap Boruto

Teori Akademis yang Relevan

Implikasi pada Fandom

Nerfing Karakter Utama

Pelanggaran Ekspektasi Naratif, Teori Resepsi (Pembacaan Oposisi)

Merasa dikhianati; mengancam kenangan dan warisan yang dicintai; pengalaman lama menjadi hampa.

Pergeseran Tema (Ninja ke Sci-Fi)

Bentrokan Pandangan Dunia (Worldview Clash)

Menolak premis cerita baru; merasa dunia cerita telah kehilangan esensinya; tidak merasa terhubung.

Pacing dan Filler yang Buruk

Tekanan Produksi dan Kelelahan Kreator

Kehilangan minat dan antusiasme; mempercepat kelelahan audiens; mempertanyakan integritas kreatif.


4. Fenomena Serupa: Melampaui Boruto

Fenomena "jebakan warisan" bukanlah hal yang unik bagi Boruto. Analisis lintas-media menunjukkan bahwa ini adalah tantangan universal yang dihadapi oleh sekuel dan warisan di seluruh industri hiburan.


4.1. Studi Kasus Manga: Akhir Kontroversial Jujutsu Kaisen


Akhir dari manga Jujutsu Kaisen memicu perdebatan sengit yang sangat mirip dengan kritik terhadap Boruto.8 Kritik utama berpusat pada "pacing yang terburu-buru" dan, yang paling penting, kematian karakter ikonik, Gojo Satoru, yang terjadi "off-screen" atau di luar panel yang eksplisit.14 Para penggemar merasa bahwa pertempuran yang dijanjikan sebagai pertarungan puncak antara dua karakter terkuat terasa tidak memuaskan dan tidak dihormati.14

Fenomena ini mencerminkan apa yang terjadi di Boruto dengan karakter Naruto dan Sasuke. Penggemar menuntut bahwa karakter "terkuat" dari narasi harus diperlakukan dengan hormat, dan kekalahan mereka harus diceritakan dengan pantas. Ketika kekalahan Gojo terasa tidak terhormat, itu memicu penolakan dan perdebatan intens di antara penggemar Gojo dan penggemar Sukuna.12 Situasi ini diperparah oleh pengakuan sang kreator, Gege Akutami, yang secara terbuka menyatakan bahwa ia mengalami kelelahan dan menulis bagian akhir cerita secara "autopilot".8 Hal ini menunjukkan bagaimana tekanan jadwal yang ketat dapat secara langsung memengaruhi kualitas narasi, yang pada akhirnya memicu reaksi negatif penggemar, sama seperti dalam kasus Boruto.


4.2. Studi Kasus Komik Barat: Beban "Legacy Heroes"


Di dunia komik Amerika, konsep "legacy heroes"—karakter baru yang mengambil alih mantel pahlawan lama—telah ada selama beberapa dekade, seperti The Phantom di tahun 1950-an.17 Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dengan munculnya karakter seperti Miles Morales (sebagai Spider-Man) atau Jane Foster (sebagai Thor), kritik-kritik yang diterima sangat mirip dengan yang dihadapi Boruto.17 Kritik ini sering kali berpusat pada argumen bahwa karakter-karakter baru ini "tidak layak" untuk gelar tersebut atau bahwa perubahan tersebut "tidak perlu".17

Analisis terhadap fenomena ini menunjukkan bahwa penolakan tersebut tidak selalu didasarkan pada kualitas karakter itu sendiri.17 Terkadang, ini adalah penolakan terhadap perubahan itu sendiri. Dalam beberapa kasus, kritik ini bahkan berakar pada alasan sosiokultural yang lebih kompleks, seperti penolakan terhadap "wokeness" atau kekhawatiran tentang "white erasure" yang secara eksplisit disebutkan oleh beberapa kritikus.17 Fakta bahwa karakter kulit putih seperti Ben Reilly disambut dengan tangan terbuka sebagai Spider-Man di tahun 1990-an, sementara Miles Morales menghadapi kebencian yang tiada henti, menunjukkan bahwa beban warisan tidak hanya bersifat naratif, tetapi juga dapat menjadi medan pertempuran untuk isu-isu sosiokultural yang lebih luas.17


4.3. Studi Kasus Film: The Matrix dan Pengkhianatan Teori Fans


Sekuel dari film The Matrix sering dianggap mengecewakan oleh banyak penggemar.18 Alasan utama yang diajukan adalah perbedaan antara visi orisinal Wachowskis dengan "teori-teori penggemar" yang telah berkembang secara liar setelah film pertama.18 Setelah film pertama yang luar biasa, para penggemar mulai berspekulasi dan membangun narasi mereka sendiri tentang dunia Matrix.18

Namun, ketika sekuelnya dirilis, Wachowskis tidak memberikan penggemar "film pertama yang lain, hanya dengan lebih banyak adegan aksi yang mudah dicerna".18 Sebaliknya, mereka menyajikan sebuah cerita yang lebih kompleks, filosofis, dan fokus pada sejarah dunia tersebut, yang bertentangan dengan ekspektasi penggemar.18 Perbedaan ini menghasilkan reaksi negatif yang besar, membuktikan bahwa terkadang, penggemar tidak menginginkan sesuatu yang baru; mereka hanya menginginkan "lebih banyak dari hal yang sama."

 

5. Kesimpulan: Menavigasi Jebakan Warisan

Analisis terhadap kritik terhadap Boruto dan perbandingan dengan fenomena serupa menunjukkan bahwa kegagalan serial ini tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan akibat dari perpaduan yang kompleks antara (1) pelanggaran ekspektasi naratif yang telah tertanam dalam diri penggemar, (2) reaksi psikologis yang dapat diprediksi dalam bentuk "efek bumerang worldview," dan (3) tekanan produksi di balik layar yang memperburuk kualitas narasi. Fenomena ini bukanlah anomali, tetapi sebuah tantangan universal yang dihadapi oleh franchise warisan di berbagai media, dari manga Jepang hingga komik dan film Barat.

Bagi kreator, temuan ini memberikan sebuah pelajaran penting: sebuah warisan membawa serta semacam "kontrak naratif" dengan audiens. Meskipun kreativitas dan inovasi sangat penting, mengabaikan atau secara fundamental merusak fondasi yang membuat cerita orisinal dicintai adalah sebuah langkah berisiko yang dapat merusak sekuel, terlepas dari niat baiknya. Menghormati karakter lama, bahkan saat memperkenalkan yang baru, adalah kunci untuk memastikan transisi yang mulus.

Bagi audiens, pemahaman terhadap fenomena ini dapat memberikan sebuah lensa baru untuk mengevaluasi budaya pop. Membedakan antara "ini bukan yang saya inginkan" dan "ini adalah karya yang buruk" adalah langkah pertama menuju apresiasi yang lebih matang terhadap proses kreatif. Mungkin, dengan memahami bahwa sebuah cerita baru tidak perlu secara langsung memvalidasi setiap harapan kita, kita dapat menemukan cara untuk menikmati konten yang berbeda tanpa merasa perlu untuk menolaknya secara total. Pada akhirnya, wawasan ini dapat meningkatkan diskursus di komunitas dan membantu penggemar untuk menavigasi budaya pop dengan pikiran yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih dalam.

Karya yang dikutip

1.     Boruto is very bad : r/anime - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/anime/comments/1161j1o/boruto_is_very_bad/

2.     Tell me why you do not like Boruto? it is awesome. : r/dankruto - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/dankruto/comments/1ne2zdj/tell_me_why_you_do_not_like_boruto_it_is_awesome/

3.     What's Wrong With Boruto? (the anime) : r/Naruto - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Naruto/comments/1lzehip/whats_wrong_with_boruto_the_anime/

4.     9 NARRATIVE EXPECTATIONS - Jack M. Balkin, diakses September 18, 2025, https://jackbalkin.yale.edu/9-narrative-expectations

5.     Reception theory | Research Starters - EBSCO, diakses September 18, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/social-sciences-and-humanities/reception-theory

6.     Stuart Hall's Reception Theory | Encoding and Decoding the Media, diakses September 18, 2025, https://media-studies.com/reception-theory/

7.     Unpopular Opinion: Boruto's pacing is a lot better than Naruto's was. - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Naruto/comments/9a2fc1/unpopular_opinion_borutos_pacing_is_a_lot_better/

8.     Does JJK Have a Future Now That the Manga is Over? - CBR, diakses September 18, 2025, https://www.cbr.com/jjk-manga-end-whats-next/

9.     Masashi Kishimoto - Wikipedia, diakses September 18, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Masashi_Kishimoto

10.  The backfire effect after correcting misinformation is strongly ..., diakses September 18, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9283209/

11.  Searching for the Backfire Effect: Measurement and Design Considerations - PMC, diakses September 18, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7462781/

12.  Gojo fans, the fandom and sukuna fans : r/JuJutsuKaisen - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/JuJutsuKaisen/comments/16z5yvk/gojo_fans_the_fandom_and_sukuna_fans/

13.  What would the backlash or general response of the JJK fans be if Sukuna got off screen just like Go/jo? : r/Jujutsufolk - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1eex5mw/what_would_the_backlash_or_general_response_of/

14.  Gojo vs Sukuna according to Gojo fans: : r/Jujutsufolk - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1e0k6dh/gojo_vs_sukuna_according_to_gojo_fans/

15.  Now that Jujutsu Kaisen has finally concluded, what are your thoughts on the ending? : r/Jujutsufolk - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1fqizye/now_that_jujutsu_kaisen_has_finally_concluded/

16.  Sukuna according to Gojo fans : r/Jujutsufolk - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1mpal5m/sukuna_according_to_gojo_fans/

17.  Explaining the hate towards legacy characters in comics – The Beacon, diakses September 18, 2025, https://www.thewilkesbeacon.com/opinion/2023/11/16/explaining-the-hate-towards-legacy-characters-in-comics/

18.  The dissing of the Matrix sequels - Warp, diakses September 18, 2025, http://warp.povusers.org/grrr/dissing_of_matrix_sequels.html

19.  21 fan theories that will completely change the way you watch iconic movies, diakses September 18, 2025, https://www.independent.co.uk/arts-entertainment/films/features/movie-fan-theories-reddit-star-wars-marvel-b2806633.html

0 comments:

Posting Komentar