Di Persimpangan Nostalgia dan Masa Depan
Selama lebih dari satu
dekade, serial manga dan anime Naruto
karya Masashi Kishimoto berdiri sebagai mercusuar di dunia budaya pop,
menanamkan nilai-nilai kegigihan, persahabatan, dan tekad yang tak tergoyahkan
ke dalam hati jutaan penggemar di seluruh dunia. Kisah seorang anak yatim piatu
yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan akhirnya menjadi pemimpin di
desanya tidak hanya menghibur, tetapi juga membentuk pandangan hidup satu
generasi. Dengan fondasi narasi dan warisan karakter yang begitu kuat,
kemunculan sekuelnya, Boruto: Naruto Next
Generations, seharusnya menjadi perayaan dan kelanjutan yang gemilang.
Namun, alih-alih
merangkul kesuksesan pendahulunya, Boruto
justru terjebak dalam pusaran kritik dan ketidakpuasan yang tiada henti dari
basis penggemar setia yang sama. Pertanyaan sentral yang muncul adalah: mengapa
sebuah warisan narasi yang begitu kuat, alih-alih menjadi batu loncatan, justru
menjadi bumerang bagi kelangsungan cerita? Mengapa Boruto, yang secara komersial sukses, secara artistik dianggap
gagal oleh banyak orang?
Laporan ini disusun
untuk menjembatani kesenjangan antara kritik emosional yang sering kali
mendominasi ruang-ruang diskusi penggemar dengan analisis struktural yang
berakar pada teori-teori akademis. Dengan menggunakan lensa teori naratif dan
resepsi audiens, serta membandingkan fenomena ini dengan studi kasus serupa
dari manga dan komik global, laporan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
yang lebih dalam tentang "mengapa" di balik reaksi negatif terhadap
sekuel warisan. Penelusuran ini tidak hanya akan memvalidasi perasaan penggemar,
tetapi juga memberikan kerangka kerja dan kosakata baru untuk menavigasi
diskursus budaya pop dengan wawasan yang lebih terinformasi.
2. Kritik Terhadap Boruto: Membongkar Ketidakpuasan Penggemar
Reaksi penggemar
terhadap Boruto bukanlah semata-mata
ketidaksetujuan minor terhadap plot, melainkan sebuah penolakan fundamental
yang bersumber dari beberapa pilar naratif utama yang dianggap telah rusak.
Kritik-kritik ini sering muncul di forum diskusi online dan media sosial,
membentuk konsensus yang luas di antara basis penggemar lama.
2.1. Devaluasi Karakter Lama (The “Nerfing” Phenomenon)
Salah satu kritik paling
menonjol adalah apa yang disebut "nerfing" karakter, di mana
karakter-karakter lama yang telah mencapai puncak kekuatan mereka di akhir seri
Naruto tiba-tiba digambarkan jauh
lebih lemah dan tidak berdaya.1 Naruto dan Sasuke, yang
pada Perang Ninja Keempat terbukti memiliki kekuatan setingkat dewa, kini
diperlihatkan berjuang melawan ancaman yang lebih kecil atau bahkan dikalahkan
sepenuhnya oleh musuh-musuh baru.1 Kritikus menyoroti
adegan seperti Sasuke yang kesulitan melawan dinosaurus, atau Naruto yang
dianggap bodoh, seolah-olah seluruh pencapaian dan kekuatan yang telah mereka
peroleh selama ribuan bab cerita diabaikan begitu saja.1
Tindakan ini, meskipun
mungkin diniatkan sebagai sebuah langkah naratif untuk membuka ruang bagi
protagonis baru, Boruto, justru menciptakan efek bumerang. Tujuannya adalah
untuk membuat Boruto terlihat relevan dan kuat dalam menghadapi ancaman baru
yang melampaui generasi sebelumnya.2 Namun, langkah ini
secara tidak sengaja merusak fondasi narasi asli Naruto yang dibangun di atas prinsip "kerja keras akan
mengalahkan bakat".2 Pengorbanan,
pertempuran legendaris, dan pelajaran berharga yang telah membentuk karakter-karakter
ini terasa hampa jika kekuatan yang dimenangi dengan susah payah dapat hilang
begitu saja. Alih-alih merasa terkesan oleh Boruto, banyak penggemar justru
merasa dikhianati karena janji naratif yang sudah disepakati di masa lalu telah
dilanggar. Ini bukan sekadar ketidakpuasan, melainkan perasaan bahwa fondasi
cerita yang mereka cintai telah dihancurkan demi memajukan plot yang dianggap
kurang menarik.
2.2. Pergeseran Tema: Dari Pertarungan Ninja ke Sains dan Alien
Kritik lain yang sering
diajukan adalah pergeseran drastis dalam tema dan estetika cerita.3 Dunia Naruto dibangun
di atas fondasi yang unik: sebuah dunia ninja feodal yang didasarkan pada jurus
tangan, kekuatan klan, dan teknik-teknik terlarang.3 Namun, Boruto
memperkenalkan elemen-elemen fiksi ilmiah yang terasa tidak pada tempatnya,
seperti alat ninja ilmiah, cyborg, dan ancaman dari ras alien.3
Perubahan ini
menimbulkan sebuah bentrokan fundamental dalam pandangan dunia (worldview)
antara kreator dan audiens. Audiens telah menginternalisasi narasi tentang
"apa itu dunia ninja," dan ketika elemen-elemen yang menyimpang dan
tidak terduga diperkenalkan, mereka cenderung menolaknya.4 Dalam kerangka Teori Resepsi, ini dapat dipahami sebagai
"pembacaan oposisi" (oppositional reading).5 Alih-alih menerima pesan yang disajikan kreator—bahwa dunia
ninja telah berevolusi—audiens menolak premis tersebut karena dianggap
mengabaikan esensi yang membuat dunia itu dicintai sejak awal.3 Perasaan ini diperkuat oleh fakta bahwa elemen-elemen orisinal
yang dicintai, seperti taijutsu (gaya bertarung tangan kosong), kini menjadi
tidak relevan di hadapan teknologi baru.3
2.3. Pacing dan Penulisan Plot
Masalah pacing dan
eksekusi plot juga merupakan sumber ketidakpuasan yang signifikan.1 Banyak penggemar mengeluhkan terlalu banyaknya episode
"filler" atau "anime canon" yang tidak relevan dengan plot
manga, membuat cerita terasa lambat dan kurang memiliki taruhan (stakes) yang
kuat.1 Sementara beberapa penggemar membela bahwa alur yang lebih
lambat memungkinkan pengembangan karakter lebih lanjut, banyak yang merasa
bahwa narasi kehilangan ketegangan yang mendefinisikan pertempuran dan alur
cerita di Naruto.7
Fenomena ini dapat
dipahami sebagai dampak langsung dari tekanan industri. Anime Boruto seringkali harus diproduksi
secara mingguan tanpa bahan sumber manga yang cukup, memaksa studio untuk
menciptakan alur cerita tambahan untuk memenuhi jadwal produksi yang ketat.7 Hasilnya adalah sebuah ketegangan yang merusak antara tujuan komersial
(menjaga serialisasi) dan integritas artistik. Pengalaman ini tidak hanya
membuat audiens merasa bosan dan frustrasi, tetapi juga dapat memicu kelelahan
pada kreator itu sendiri, seperti yang terlihat pada kasus lain, yang pada
akhirnya memengaruhi kualitas cerita secara keseluruhan.8
3. Beban Ekspektasi: Kerangka Teori Naratif dan Resepsi Audiens
Kritik-kritik yang diuraikan di atas bukanlah sekadar keluhan subjektif, melainkan manifestasi dari prinsip-prinsip naratif dan psikologis yang lebih dalam. Beban warisan yang ditanggung oleh Boruto dapat dianalisis secara sistematis menggunakan dua kerangka teoretis utama.
3.1. Narasi sebagai Struktur Ekspektasi
Otak manusia memproses
cerita sebagai "struktur ekspektasi" yang terorganisir.4 Sepanjang perjalanannya, narasi sebuah cerita membangun
"memori naratif" yang berfungsi sebagai panduan, menginternalisasi
norma-norma tentang apa yang "normal," "diharapkan," dan
"kanonikal" dalam dunia cerita tersebut.4 Selama dua dekade, Naruto
membangun sebuah struktur ekspektasi yang kuat tentang kekuatan karakter,
prinsip-prinsip dunia ninja, dan alur cerita yang menantang namun dapat diatasi
melalui kerja keras.2
Ketika Boruto melangkah ke dalam dunia ini, ia
tidak hanya mewarisi popularitasnya, tetapi juga seluruh "struktur
ekspektasi" yang telah tertanam dalam diri penggemar. Namun, ketika cerita
baru itu secara fundamental melanggar ekspektasi ini—misalnya, dengan secara
drastis melemahkan karakter yang sebelumnya tak terkalahkan atau mengubah
fondasi teknologi dunia—respons penolakan dari audiens menjadi tidak
terhindarkan.4 Penolakan ini adalah
respons alami dari pikiran yang mencoba memahami penyimpangan dari norma
naratif yang telah ditetapkan.
3.2. Psikologi Bumerang Fandom (The Backfire Effect)
Fenomena ini dapat
dijelaskan dengan analogi dari psikologi kognitif yang dikenal sebagai
"efek bumerang worldview" (worldview backfire effect).10 Efek ini terjadi ketika informasi baru yang disajikan—dalam hal
ini, alur cerita Boruto—menantang
sistem kepercayaan atau identitas yang dipegang erat oleh seseorang.11 Alih-alih mengubah pandangan mereka, individu justru menjadi
lebih kuat dalam memegang keyakinan lama mereka untuk mempertahankan
"worldview" atau pandangan dunia mereka.10
Dalam konteks fandom, Naruto bukan hanya sekadar cerita; bagi
banyak penggemar, ia adalah bagian dari identitas mereka.12 Nilai-nilai, karakter, dan pencapaian dalam seri ini adalah
bagian dari "worldview" yang mereka bagikan. Ketika Boruto memperkenalkan plot yang dianggap
merusak atau mengkhianati nilai-nilai ini, penggemar tidak hanya bereaksi
dengan kritik logis; mereka bereaksi dengan penolakan emosional yang intens,
sebuah tindakan untuk mempertahankan identitas fandom yang mereka cintai.12 Reaksi ini, meskipun mungkin terlihat tidak rasional di
permukaan, berakar pada mekanisme psikologis yang dapat dipahami.
Analisis di atas dapat
disajikan dalam sebuah tabel untuk memperjelas hubungan antara kritik spesifik
penggemar dan teori-teori yang mendasarinya.
|
Kritik Penggemar
terhadap Boruto |
Teori Akademis yang
Relevan |
Implikasi pada Fandom |
|
Nerfing Karakter Utama |
Pelanggaran Ekspektasi
Naratif, Teori Resepsi (Pembacaan Oposisi) |
Merasa dikhianati;
mengancam kenangan dan warisan yang dicintai; pengalaman lama menjadi hampa. |
|
Pergeseran Tema (Ninja ke Sci-Fi) |
Bentrokan Pandangan
Dunia (Worldview Clash) |
Menolak premis cerita
baru; merasa dunia cerita telah kehilangan esensinya; tidak merasa terhubung. |
|
Pacing dan Filler yang Buruk |
Tekanan Produksi dan
Kelelahan Kreator |
Kehilangan minat dan
antusiasme; mempercepat kelelahan audiens; mempertanyakan integritas kreatif. |
4. Fenomena Serupa: Melampaui Boruto
Fenomena "jebakan
warisan" bukanlah hal yang unik bagi Boruto.
Analisis lintas-media menunjukkan bahwa ini adalah tantangan universal yang
dihadapi oleh sekuel dan warisan di seluruh industri hiburan.
4.1. Studi Kasus Manga: Akhir Kontroversial Jujutsu Kaisen
Fenomena ini
mencerminkan apa yang terjadi di Boruto
dengan karakter Naruto dan Sasuke. Penggemar menuntut bahwa karakter
"terkuat" dari narasi harus diperlakukan dengan hormat, dan kekalahan
mereka harus diceritakan dengan pantas. Ketika kekalahan Gojo terasa tidak
terhormat, itu memicu penolakan dan perdebatan intens di antara penggemar Gojo
dan penggemar Sukuna.12 Situasi ini diperparah
oleh pengakuan sang kreator, Gege Akutami, yang secara terbuka menyatakan bahwa
ia mengalami kelelahan dan menulis bagian akhir cerita secara
"autopilot".8 Hal ini menunjukkan
bagaimana tekanan jadwal yang ketat dapat secara langsung memengaruhi kualitas
narasi, yang pada akhirnya memicu reaksi negatif penggemar, sama seperti dalam
kasus Boruto.
4.2. Studi Kasus Komik Barat: Beban "Legacy Heroes"
Analisis terhadap
fenomena ini menunjukkan bahwa penolakan tersebut tidak selalu didasarkan pada
kualitas karakter itu sendiri.17 Terkadang, ini adalah
penolakan terhadap perubahan itu sendiri. Dalam beberapa kasus, kritik ini
bahkan berakar pada alasan sosiokultural yang lebih kompleks, seperti penolakan
terhadap "wokeness" atau kekhawatiran tentang "white
erasure" yang secara eksplisit disebutkan oleh beberapa kritikus.17 Fakta bahwa karakter kulit putih seperti Ben Reilly disambut
dengan tangan terbuka sebagai Spider-Man di tahun 1990-an, sementara Miles
Morales menghadapi kebencian yang tiada henti, menunjukkan bahwa beban warisan
tidak hanya bersifat naratif, tetapi juga dapat menjadi medan pertempuran untuk
isu-isu sosiokultural yang lebih luas.17
4.3. Studi Kasus Film: The
Matrix dan
Pengkhianatan Teori Fans
Namun, ketika sekuelnya
dirilis, Wachowskis tidak memberikan penggemar "film pertama yang lain,
hanya dengan lebih banyak adegan aksi yang mudah dicerna".18 Sebaliknya, mereka menyajikan sebuah cerita yang lebih
kompleks, filosofis, dan fokus pada sejarah dunia tersebut, yang bertentangan
dengan ekspektasi penggemar.18 Perbedaan ini menghasilkan
reaksi negatif yang besar, membuktikan bahwa terkadang, penggemar tidak
menginginkan sesuatu yang baru; mereka hanya menginginkan "lebih banyak
dari hal yang sama."
5. Kesimpulan: Menavigasi Jebakan Warisan
Analisis terhadap kritik
terhadap Boruto dan perbandingan
dengan fenomena serupa menunjukkan bahwa kegagalan serial ini tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan akibat dari perpaduan yang
kompleks antara (1) pelanggaran ekspektasi naratif yang telah tertanam dalam
diri penggemar, (2) reaksi psikologis yang dapat diprediksi dalam bentuk
"efek bumerang worldview," dan (3) tekanan produksi di balik layar
yang memperburuk kualitas narasi. Fenomena ini bukanlah anomali, tetapi sebuah
tantangan universal yang dihadapi oleh franchise warisan di berbagai media,
dari manga Jepang hingga komik dan film Barat.
Bagi kreator, temuan ini
memberikan sebuah pelajaran penting: sebuah warisan membawa serta semacam
"kontrak naratif" dengan audiens. Meskipun kreativitas dan inovasi
sangat penting, mengabaikan atau secara fundamental merusak fondasi yang
membuat cerita orisinal dicintai adalah sebuah langkah berisiko yang dapat
merusak sekuel, terlepas dari niat baiknya. Menghormati karakter lama, bahkan
saat memperkenalkan yang baru, adalah kunci untuk memastikan transisi yang
mulus.
Bagi audiens, pemahaman
terhadap fenomena ini dapat memberikan sebuah lensa baru untuk mengevaluasi
budaya pop. Membedakan antara "ini bukan yang saya inginkan" dan
"ini adalah karya yang buruk" adalah langkah pertama menuju apresiasi
yang lebih matang terhadap proses kreatif. Mungkin, dengan memahami bahwa
sebuah cerita baru tidak perlu secara langsung memvalidasi setiap harapan kita,
kita dapat menemukan cara untuk menikmati konten yang berbeda tanpa merasa
perlu untuk menolaknya secara total. Pada akhirnya, wawasan ini dapat
meningkatkan diskursus di komunitas dan membantu penggemar untuk menavigasi
budaya pop dengan pikiran yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih dalam.
Karya
yang dikutip
1.
Boruto
is very bad : r/anime - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/anime/comments/1161j1o/boruto_is_very_bad/
2.
Tell
me why you do not like Boruto? it is awesome. : r/dankruto - Reddit, diakses
September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/dankruto/comments/1ne2zdj/tell_me_why_you_do_not_like_boruto_it_is_awesome/
3.
What's
Wrong With Boruto? (the anime) : r/Naruto - Reddit, diakses September 18, 2025,
https://www.reddit.com/r/Naruto/comments/1lzehip/whats_wrong_with_boruto_the_anime/
4.
9
NARRATIVE EXPECTATIONS - Jack M. Balkin, diakses September 18, 2025, https://jackbalkin.yale.edu/9-narrative-expectations
5.
Reception
theory | Research Starters - EBSCO, diakses September 18, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/social-sciences-and-humanities/reception-theory
6.
Stuart
Hall's Reception Theory | Encoding and Decoding the Media, diakses September
18, 2025, https://media-studies.com/reception-theory/
7.
Unpopular
Opinion: Boruto's pacing is a lot better than Naruto's was. - Reddit, diakses
September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Naruto/comments/9a2fc1/unpopular_opinion_borutos_pacing_is_a_lot_better/
8.
Does
JJK Have a Future Now That the Manga is Over? - CBR, diakses September 18,
2025, https://www.cbr.com/jjk-manga-end-whats-next/
9.
Masashi
Kishimoto - Wikipedia, diakses September 18, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Masashi_Kishimoto
10. The backfire effect after correcting
misinformation is strongly ..., diakses September 18, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9283209/
11. Searching for the Backfire Effect:
Measurement and Design Considerations - PMC, diakses September 18, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7462781/
12. Gojo fans, the fandom and sukuna fans :
r/JuJutsuKaisen - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/JuJutsuKaisen/comments/16z5yvk/gojo_fans_the_fandom_and_sukuna_fans/
13. What would the backlash or general response
of the JJK fans be if Sukuna got off screen just like Go/jo? : r/Jujutsufolk -
Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1eex5mw/what_would_the_backlash_or_general_response_of/
14. Gojo vs Sukuna according to Gojo fans: :
r/Jujutsufolk - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1e0k6dh/gojo_vs_sukuna_according_to_gojo_fans/
15. Now that Jujutsu Kaisen has finally
concluded, what are your thoughts on the ending? : r/Jujutsufolk - Reddit,
diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1fqizye/now_that_jujutsu_kaisen_has_finally_concluded/
16. Sukuna according to Gojo fans :
r/Jujutsufolk - Reddit, diakses September 18, 2025, https://www.reddit.com/r/Jujutsufolk/comments/1mpal5m/sukuna_according_to_gojo_fans/
17. Explaining the hate towards legacy
characters in comics – The Beacon, diakses September 18, 2025, https://www.thewilkesbeacon.com/opinion/2023/11/16/explaining-the-hate-towards-legacy-characters-in-comics/
18. The dissing of the Matrix sequels - Warp,
diakses September 18, 2025, http://warp.povusers.org/grrr/dissing_of_matrix_sequels.html
19. 21 fan theories that will completely change
the way you watch iconic movies, diakses September 18, 2025, https://www.independent.co.uk/arts-entertainment/films/features/movie-fan-theories-reddit-star-wars-marvel-b2806633.html




0 comments:
Posting Komentar