Minggu, 14 September 2025

Studi Komparatif dan Analisis Fenomena Ekonomi di Balik Action Figure Marvel Legends

Dalam ranah hobi dan koleksi, sedikit perdebatan yang mampu membangkitkan gairah komunitas sebesar perbincangan tentang action figure Marvel Legends. Bagi kolektor veteran, lini produk ini terbagi menjadi dua era yang berbeda: era Toy Biz yang dianggap sebagai masa keemasan, dan era Hasbro yang mewarisi lisensi tersebut. Perdebatan ini, yang berfokus pada kualitas fisik, artikulasi, dan detail estetika, sering kali dilihat hanya sebagai masalah preferensi personal. Namun, sebuah studi mendalam mengungkapkan bahwa pergeseran ini jauh lebih dari sekadar perubahan merek. Ini adalah sebuah studi kasus yang mencerminkan ketegangan fundamental antara idealisme kreatif dan realitas ekonomi pasar massal, sebuah konflik yang membentuk tak hanya industri mainan, tetapi juga sektor kreatif lainnya.

Laporan ini akan menelusuri fenomena tersebut, dimulai dari definisi "kualitas" yang ditetapkan oleh Toy Biz, menganalisis alasan bisnis di balik akuisisi lisensi oleh Hasbro, dan menelaah bagaimana dinamika ekonomi tersebut secara langsung memengaruhi produk yang diterima oleh konsumen. Lebih jauh, laporan ini akan menempatkan kasus Marvel Legends dalam konteks yang lebih luas, menunjukkan bahwa pola ini bukanlah anomali, melainkan sebuah pola berulang yang umum terjadi di berbagai industri kreatif yang berupaya tumbuh dari skala niche menjadi pasar global. Dengan menggabungkan ulasan kolektor, data laporan keuangan, dan prinsip-prinsip ekonomi, kami akan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana idealisme dan permintaan pasar berinteraksi dan membentuk evolusi suatu produk.

 

Bab I: Era Emas Toy Biz (2002-2006): Definisi Kualitas untuk Kolektor

 

Era awal Marvel Legends di bawah Toy Biz sering kali dikenang oleh para kolektor sebagai masa yang revolusioner. Kualitas produk pada masa ini tidak hanya dianggap baik, melainkan sebagai sebuah inovasi radikal yang mendefinisikan standar baru untuk industri action figure skala 6 inci. Toy Biz membedakan dirinya melalui beberapa aspek kunci yang secara langsung memengaruhi kepuasan kolektor.

Fitur paling menonjol adalah artikulasi yang luar biasa. Angka-angka dari era ini menampilkan jangkauan gerak yang belum pernah ada sebelumnya, termasuk detail seperti sendi jari (finger joints) dan sendi pada pergelangan kaki (ankle pivot) yang memungkinkan pose yang sangat dinamis dan ekspresif. Sebagai contoh, perbandingan antara figur Hasbro Sentry dan Toy Biz Sentry menunjukkan bahwa meskipun keduanya memiliki artikulasi ganda di lutut dan rotasi paha, Toy Biz bahkan menambahkan artikulasi jari kaki yang menawarkan fleksibilitas tambahan, meskipun produk Hasbro terbaru dinilai lebih baik secara keseluruhan sebagai representasi karakter modern.1 Keunggulan ini membuat setiap figur terasa seperti replika miniatur dari karakter komik yang hidup dan siap beraksi.

Selain artikulasi, Toy Biz dikenal karena sculpting yang mendetail dan sering kali menampilkan estetika gritty yang sangat terinspirasi dari gaya komik. Figur-figur ini juga sering kali datang dengan aksesori berlimpah dan bonus tambahan, seperti buku komik mini yang dikemas di dalam kemasan.2 Kehadiran elemen-elemen ini tidak hanya menambah nilai jual, tetapi juga memperkuat koneksi emosional kolektor dengan karakter dan alur ceritanya.

Kualitas superior Toy Biz tidak terjadi secara kebetulan. Hal ini merupakan hasil dari model bisnis yang memungkinkan idealisme kreatif menjadi prioritas utama. Toy Biz pada dasarnya adalah divisi internal Marvel Entertainment.2 Model in-house ini menghilangkan kebutuhan untuk membayar biaya lisensi eksternal, yang berarti keuntungan dari penjualan mainan sepenuhnya masuk ke dalam satu perusahaan induk. Aliran pendapatan yang terpusat ini memberikan kebebasan finansial yang signifikan untuk berinvestasi pada detail yang rumit, sculpting yang kompleks, dan artikulasi yang mahal. Hal ini memungkinkan Toy Biz untuk beroperasi lebih sebagai "proyek gairah" yang digerakkan oleh penggemar, oleh penggemar 2, daripada sebagai entitas komersial murni yang terbebani oleh target profitabilitas eksternal. Kepuasan tinggi dari kolektor di era ini adalah manifestasi langsung dari model bisnis tersebut. Kualitas produk menjadi hasil alami dari fokus perusahaan pada inovasi dan dedikasi kepada komunitas niche tanpa tekanan untuk mencapai skala pasar massal yang besar.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, perbandingan kualitas antara kedua era dapat diringkas dalam tabel berikut:

Fitur Produk

Era Toy Biz (2002-2006)

Era Awal Hasbro (2007-2015)

Artikulasi

Sangat kompleks (sendi jari, sendi pergelangan kaki, sendi ganda).

Berkurang (tidak ada sendi jari, sendi ganda sering dihilangkan).

Sculpt & Detail

Sculpt dinamis dan mendetail, estetika gritty khas komik.

Sculpt yang lebih lembut dan lebih sederhana.

Aksesoris & Bonus

Melimpah (komik, figur stand, aksesori tambahan).

Sangat terbatas atau dihilangkan (tanpa komik, tanpa stand).

Model Bisnis

Divisi internal Marvel (manufaktur in-house).

Lisensi eksternal (manufaktur pasar massal).

Kepuasan Kolektor

Sangat tinggi, dianggap sebagai "masa keemasan".

Rendah, dianggap sebagai "penurunan kualitas".

 

Bab II: Transisi Krusial: Analisis Strategi dan Ekonomi dari Keputusan Marvel

 

Pergeseran lisensi dari Toy Biz ke Hasbro pada tahun 2007 adalah salah satu momen paling krusial dalam sejarah Marvel Legends. Alih-alih merupakan keputusan yang didorong oleh kualitas produk, transisi ini adalah langkah strategis dari Marvel Entertainment yang berupaya mereorganisasi model bisnisnya secara fundamental.2 Pada pertengahan tahun 2000-an, Marvel sedang bertransisi dari perusahaan yang mengelola produksi mainan in-house menuju model yang sepenuhnya berfokus pada lisensi properti intelektualnya.2

Tujuan utama dari perombakan korporat ini adalah untuk mengurangi risiko finansial dan beban operasional yang terkait dengan manufaktur, logistik, dan rantai pasokan. Dengan menempatkan tanggung jawab manufaktur kepada pihak eksternal, Marvel dapat berfokus pada bisnis intinya, yaitu pengembangan karakter dan penceritaan.2 Hasbro, sebagai salah satu raksasa industri mainan, menjadi mitra yang ideal. Perusahaan ini menawarkan skala dan kekuatan distribusi global yang tidak dimiliki oleh Toy Biz.2

Keputusan ini terbukti sangat menguntungkan dari perspektif finansial. Laporan keuangan Marvel Entertainment dari kuartal pertama tahun 2006 menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam arus kas operasional (net cash provided by operating activities), melonjak dari $39,189 juta pada tahun 2005 menjadi $94,931 juta pada tahun 2006.4 Peningkatan ini didorong oleh satu peristiwa utama: penerimaan uang muka sebesar $105 juta dari Hasbro sebagai bagian dari perjanjian lisensi baru.4

Pembayaran uang muka yang masif ini adalah bukti nyata bahwa Marvel mengutamakan keuntungan finansial jangka pendek dan menghilangkan risiko operasional jangka panjang. Uang tunai ini tidak hanya menstabilkan kondisi keuangan Marvel tetapi juga membebaskan modal yang sangat penting. Perjanjian ini, yang secara efektif mengakhiri lisensi Toy Biz, memungkinkan Marvel untuk mengalihkan sumber daya dan fokusnya ke bisnis lain yang pada akhirnya akan membentuk masa depan perusahaan: pendirian Marvel Studios dan produksi film-film live-action. Dengan kata lain, penurunan kualitas produk mainan yang dirasakan oleh kolektor pada awal era Hasbro adalah konsekuensi yang dapat diperkirakan—bahkan mungkin dianggap sebagai pertukaran yang perlu dilakukan demi strategi korporat yang lebih besar dan menguntungkan.

Tabel berikut meringkas pergeseran strategi bisnis ini:

Aspek

Sebelum Transisi (Era Toy Biz)

Setelah Transisi (Era Hasbro)

Model Bisnis Marvel

Manufaktur in-house, mengelola risiko produksi dan logistik.

Berbasis lisensi, mendapatkan royalti dan uang muka dari mitra.

Tujuan Korporat

Menciptakan produk yang digerakkan oleh idealisme penggemar.

Mengurangi risiko operasional dan memaksimalkan pendapatan dari lisensi.

Keuntungan Hasbro

-

Kekuatan retail global, kapasitas distribusi massal.

Dampak Finansial ke Marvel

Pendapatan berbasis royalti dari divisi internal.

Menerima uang muka besar ($105 juta) dan royalti berkelanjutan.

Konsekuensi pada Produk

Kualitas produk sangat tinggi, fokus pada detail.

Awalnya kualitas menurun, fokus pada efisiensi produksi massal.

 

Bab III: Era Awal Hasbro (2007-2015): Ujian Kualitas dan Kepercayaan

 

Ketika Hasbro mengambil alih lisensi Marvel Legends, transisi ini disambut dengan kekecewaan oleh sebagian besar komunitas kolektor. Lini produk awal Hasbro pada tahun 2007, yang sebagian besar masih didasarkan pada desain prototipe Toy Biz 3, tampaknya tidak mempertahankan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Komunitas mengeluhkan "artikulasi yang berkurang," "sculpts dan cat yang lebih lembut," serta hilangnya bonus yang disukai, seperti buku komik yang dikemas bersama figur.2

Kritik ini, pada dasarnya, adalah manifestasi dari konflik yang mendalam antara idealisme Toy Biz dan realitas ekonomi Hasbro sebagai produsen pasar massal. Alasan utama di balik penurunan kualitas awal ini adalah kebutuhan untuk mencapai skala produksi yang sangat besar dan efisien. Di sinilah konsep mold reuse atau penggunaan ulang cetakan menjadi sangat relevan.5 Biaya pembuatan cetakan injeksi baja yang tahan lama—yang digunakan untuk produksi massal action figure—sangat mahal, dapat mencapai $100.000 atau lebih per cetakan untuk desain yang kompleks.6

Dalam skema produksi massal Hasbro, yang merilis hampir seratus figur per tahun 5, membuat cetakan unik untuk setiap figur akan secara eksponensial meningkatkan biaya tetap, membuat harga ritel tidak terjangkau bagi konsumen umum.7 Oleh karena itu, strategi paling masuk akal secara finansial adalah menggunakan kembali cetakan tubuh (body molds) yang sudah ada untuk karakter yang berbeda. Meskipun strategi ini membantu menekan biaya produksi dan menjaga harga tetap kompetitif, hal ini juga sering kali menghasilkan figur dengan proporsi yang tidak akurat, artikulasi yang kurang bervariasi, dan detail yang kurang unik.

Keputusan ini menciptakan dilema mendasar: perusahaan harus memilih antara membuat produk yang idealis dan unik untuk kolektor niche (yang membutuhkan investasi biaya tetap tinggi) atau membuat produk yang efisien dan menguntungkan untuk pasar massal (yang mengharuskan penggunaan ulang cetakan dan penyederhanaan). Awalnya, Hasbro memprioritaskan yang kedua, sebuah pilihan yang tidak populer di kalangan kolektor idealis, tetapi vital untuk mempertahankan profitabilitas.5

Analisis ekonomi ini menjelaskan mengapa mold reuse bukan sekadar keputusan yang malas, melainkan sebuah keharusan finansial. Hasbro beroperasi dalam skala global dengan target audiens yang jauh lebih besar daripada Toy Biz, dan biaya per unit harus ditekan serendah mungkin untuk mencapai profitabilitas yang diharapkan.

 

Bab IV: Kebangkitan Hasbro: Redefinisi Kualitas di Era Modern

 

Perjalanan Marvel Legends di bawah Hasbro bukanlah kisah penurunan yang konstan, melainkan sebuah kisah tentang adaptasi dan kebangkitan. Setelah menghadapi kritik yang signifikan dari komunitas kolektor, Hasbro menunjukkan kemauan untuk mendengarkan umpan balik dari pasarnya.2 Pergeseran ini memicu "busur penebusan" (redemption arc) yang secara perlahan mengembalikan kepercayaan kolektor.

Perbaikan yang paling signifikan terjadi melalui investasi dalam teknologi produksi baru. Hasbro mulai mengadopsi digital sculpting, yang memungkinkan detail yang lebih halus dan akurasi yang lebih baik dalam desain figur.2 Yang paling transformatif adalah teknologi digital face printing, yang secara drastis meningkatkan kualitas paint app pada wajah figur, membuatnya terlihat lebih hidup dan akurat terhadap karakter di komik maupun film.2

Selain inovasi teknologi, Hasbro juga mengubah strategi pasarnya. Mereka mengadopsi strategi Aging Up, yang secara eksplisit menargetkan penggemar berusia 13 tahun ke atas.9 Hal ini menunjukkan pengakuan terhadap pasar kolektor dewasa yang menguntungkan. Untuk melayani segmen ini, mereka meluncurkan platform penjualan langsung ke konsumen seperti Hasbro Pulse 2, yang menawarkan figur eksklusif dan memungkinkan mereka berinteraksi langsung dengan penggemar melalui livestream dan pengumuman produk.

Pergeseran kualitas Hasbro bukanlah sebuah return to idealism dalam pengertian Toy Biz. Sebaliknya, ini adalah sebuah sintesis. Hasbro berhasil mengintegrasikan elemen idealis yang diinginkan kolektor—detail, akurasi, dan kualitas—ke dalam model bisnis massal mereka. Mereka menggunakan teknologi modern (seperti face printing) untuk mencapai kualitas artistik yang tinggi, sementara tetap mempertahankan efisiensi biaya yang diperlukan melalui mold reuse. Proses ini membuktikan bahwa umpan balik pasar dapat menjadi katalisator bagi perbaikan. Dengan berinvestasi pada teknologi baru dan saluran penjualan yang lebih ditargetkan, Hasbro berhasil memenangkan kembali kepercayaan kolektor dan menyeimbangkan tuntutan seni dan komersialisme.

 

Bab V: Anatomi Konflik: Hubungan Tegang antara Idealisme dan Profitabilitas

 

Kasus evolusi Marvel Legends adalah studi kasus yang ideal untuk mengupas konflik yang inheren antara idealisme artistik dan permintaan pasar. Sumber akademis di bidang ekonomi seni menunjukkan bahwa rasa (idealism) dari seorang kreator sering kali tidak sejalan dengan kekayaan (permintaan pasar massal). Permintaan untuk action figure koleksi, seperti halnya pasar seni, sebagian besar didorong oleh rasa dan kesenangan estetika.11 Faktor-faktor ini, yang bersifat subjektif dan sulit diukur, sering kali bertentangan dengan metrik bisnis yang lebih terukur seperti biaya produksi, margin keuntungan, dan volume penjualan.12

Toy Biz, dengan model bisnis in-house-nya, memiliki kebebasan finansial untuk memprioritaskan rasa kolektor. Mereka dapat berinvestasi pada detail yang mungkin tidak masuk akal secara ekonomis untuk produsen mainan pasar massal.3 Di sisi lain, Hasbro, sebagai perusahaan global yang beroperasi dalam ekosistem lisensi yang kompleks, harus memprioritaskan efisiensi dan profitabilitas. Keputusan mold reuse dan penyederhanaan produk adalah pilihan logis untuk menjaga agar harga tetap terjangkau dan mencapai skala produksi yang masif.5

Dilema ini tidak dapat sepenuhnya dihilangkan. Sebaliknya, ini adalah ketegangan permanen yang melekat pada industri kreatif. Perusahaan yang paling sukses bukanlah yang menghilangkan idealisme, tetapi yang menemukan cara untuk mengintegrasikannya ke dalam strategi pasar massal mereka. Hasbro mencapai hal ini dengan menggunakan teknologi baru seperti face printing untuk mencapai kualitas artistik yang diinginkan kolektor, sambil tetap mempertahankan efisiensi cetakan yang diperlukan untuk profitabilitas.

 

Bab VI: Fenomena Serupa di Industri Kreatif Lainnya

 

Fenomena yang dialami oleh Marvel Legends bukanlah hal yang unik. Konflik antara idealisme dan pasar adalah pola berulang yang dapat ditemukan di berbagai industri kreatif lainnya yang beranjak dari skala niche ke pasar yang lebih luas.

       Lini Mainan Koleksi: Lini mainan klasik seperti Masters of the Universe (MOTU) dari Mattel pada tahun 1980-an juga mengandalkan strategi mold reuse yang ekstensif untuk menekan biaya dan memproduksi berbagai karakter baru dengan cepat.5 Sama seperti kasus Marvel Legends, lini MOTU juga secara konsisten menggunakan kembali bagian-bagian tubuh yang sama dengan warna dan kepala yang berbeda. Demikian pula, lini Star Wars Black Series dari Hasbro menunjukkan evolusi kualitas yang serupa, secara bertahap meningkatkan detail dan artikulasi dari figur-figur awal mereka hingga mencapai standar yang sangat dihormati oleh kolektor.14 Hal ini menunjukkan bahwa strategi ekonomi yang sama diterapkan di seluruh portofolio produk Hasbro.

       Industri Fashion dan Kerajinan Lokal: Fenomena ini juga terjadi di luar industri mainan. Banyak merek lokal di Indonesia, misalnya, memulai sebagai usaha kecil dan menengah (UMKM) yang didorong oleh idealisme kreatif dan keunikan desain.15 Namun, saat mereka tumbuh dan berupaya menembus pasar yang lebih besar, mereka sering kali dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan kualitas dan keunikan produk mereka. Peningkatan penjualan dan kebutuhan untuk memenuhi permintaan massal dapat mendorong mereka untuk menyederhanakan proses produksi atau menggunakan bahan yang lebih murah, yang berpotensi memengaruhi kualitas dan kepuasan pelanggan.16

       Studi Kasus Kegagalan Produk: Sejarah bisnis penuh dengan contoh produk yang gagal karena ketidakmampuan untuk menyeimbangkan kualitas dan permintaan pasar. Samsung Galaxy Note 7, misalnya, ditarik dari peredaran karena masalah baterai yang dipicu oleh proses rush to market yang mengorbankan pengujian kualitas yang ketat.18 Demikian pula, produk

 

Epilog: Pelajaran Berharga dari Sejarah Mainan

 

Kisah Marvel Legends, dari masa keemasan Toy Biz hingga era modern Hasbro, adalah sebuah narasi yang kaya tentang dinamika industri kreatif. Ini adalah studi kasus yang menunjukkan bahwa action figure tidak hanya sekadar mainan, tetapi juga produk ekonomi yang kompleks, yang dipengaruhi oleh strategi korporat, biaya produksi, dan interaksi yang terus-menerus antara idealisme kreator dan realitas pasar.

Laporan ini menyimpulkan beberapa poin kunci:

1.     Kualitas adalah Cerminan Model Bisnis: Kualitas superior figur Toy Biz adalah hasil langsung dari model bisnis in-house yang memungkinkan idealisme kreatif menjadi prioritas.

2.     Lisensi Adalah Jembatan Menuju Skala: Pergeseran Marvel ke model lisensi adalah langkah strategis yang didorong oleh keuntungan finansial dan efisiensi, yang pada awalnya menyebabkan penurunan kualitas produk.

3.     Inovasi sebagai Katalisator Perbaikan: Hasbro berhasil memulihkan kepercayaan kolektor dengan berinvestasi dalam teknologi produksi baru, yang memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan detail dan kualitas yang diinginkan kolektor ke dalam strategi produksi massal mereka.

4.     Konflik Universal: Ketegangan antara idealisme dan pasar adalah dilema abadi yang dihadapi oleh banyak industri kreatif yang berkembang. Keberhasilan jangka panjang bergantung pada kemampuan perusahaan untuk beradaptasi, mendengarkan pasar, dan menemukan keseimbangan antara passion dan profit.

Masa depan industri mainan koleksi akan terus diwarnai oleh interaksi yang rapuh ini. Perusahaan yang dapat mempertahankan esensi idealisme mereka sambil merangkul efisiensi yang diperlukan untuk skala global akan menjadi pemenang sejati. Pada akhirnya, kepuasan kolektor tidak hanya bergantung pada kualitas fisik produk, tetapi juga pada koneksi emosional yang mendalam dengan merek, sebuah koneksi yang dibangun melalui dedikasi dan komitmen untuk menyatukan seni dan komersialisme.

Karya yang dikutip

1.     Marvel Legends SENTRY Toy Biz vs Hasbro Action Figure ..., diakses September 15, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=oG8fCDP8QWY

2.     From Toy Biz to Hasbro: Why Marvel Legends Changed Hands | By ..., diakses September 15, 2025, https://www.gonewmeta.com/blogs/blog/how-hasbro-took-over-marvel-legends-a-look-back-at-the-iconic-toy-line-s-handoff-by-david-gibbens

3.     Points of Articulation: Hasbro Legends - OAFE, diakses September 15, 2025, http://www.oafe.net/articulation/0609.php

4.     www.sec.gov, diakses September 15, 2025, https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/933730/000111667906001349/marv10q.htm

5.     Why does Hasbro continue to use old bodies when its already 2025? : r/MarvelLegends, diakses September 15, 2025, https://www.reddit.com/r/MarvelLegends/comments/1n1vz3e/why_does_hasbro_continue_to_use_old_bodies_when/

6.     How to Estimate Injection Molding Cost? - Formlabs, diakses September 15, 2025, https://formlabs.com/blog/injection-molding-cost/

7.     Injection Molding for Toy Manufacturing: Process, Benefits & Trends - Ace Mold, diakses September 15, 2025, https://www.ace-mold.com/injection-molding-for-toy-manufacturing/

8.     Investigation of Toy Parts Produced Using Injection Molding and FDM and Selection of the Best Manufacturing Method: A Multi-Criteria Approach - MDPI, diakses September 15, 2025, https://www.mdpi.com/2076-3417/15/12/6725

9.     Hasbro Unveils New Strategy: Playing to Win - Transformers News - TFW2005, diakses September 15, 2025, https://news.tfw2005.com/2025/02/20/hasbro-unveils-new-strategy-playing-to-win-532721

10.  STAR WARS The Black Series - Hasbro Pulse, diakses September 15, 2025, https://www.hasbropulse.com/collections/star-wars-the-black-series

11.  The Demand for Art: Resolving the Conflict between the Consumer and the Connoisseur, diakses September 15, 2025, https://www.gcsu.edu/sites/files/page-assets/node-1756/attachments/student1.pdf

12.  PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERCATAT DI BEI 2020-2022, diakses September 15, 2025, https://journal.ukmc.ac.id/index.php/jia/article/download/1356/1296/7693

13.  Transformerland Masters of the Universe (MOTU) The Original Series® Collector's Guide, diakses September 15, 2025, https://www.transformerland.com/wiki/masters-of-the-universe-motu/the-original-series/

14.  Black Series – 6 Inch 2013 - The Toy Collectors Guide, diakses September 15, 2025, https://thetoycollectorsguide.com/black-series-6-inch-2/

15.  Tren Positif Industri Mainan, Produsen Lokal Siap Rambah Pasar Global - Validnews.id, diakses September 15, 2025, https://validnews.id/ekonomi/tren-positif-industri-mainan-produsen-lokal-siap-rambah-pasar-global

16.  PENGARUH HARGA DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA TOKO MAINAN WONG TOY'S Skripsi Oleh, diakses September 15, 2025, http://repo.darmajaya.ac.id/11858/5/daftar%20isi%20skripsi.pdf

17.  Perbandingan Brand Fashion Dulu dan Sekarang: Local vs Internasional - Lemon8-app, diakses September 15, 2025, https://www.lemon8-app.com/@ardraseviaulliany/7514504932649697799?region=id

18.  20 Product Management Failure Examples [2025] - DigitalDefynd, diakses September 15, 2025, https://digitaldefynd.com/IQ/product-management-failure-examples/


0 comments:

Posting Komentar