• Don't ever reject your Nerdy Side because Nerdy Side will brings back your Childhood Memories and makes you Feels Younger.
  • Amerika memiliki banyak studio komik terkenal seperti Marvel, Image Comics, Top Cow dan lainnya yang menghasilkan beragam karakter yang menjadi populer di seluruh dunia. Ciri khas komik Amerika adalah biasanya seorang karakter dapat memiliki penulis serta komikus yang berbeda tergantung dalam event tertentu sehingga menghasilkan cerita dan art yang beragam dari satu karakter yang sama.
  • Komik Indonesia di zaman dahulu banyak mengambil referensi komik dari komik luar negeri, mulai dari genre romansa, komedi hingga komik budaya seperti perwayangan. Komik Indonesia secara gamblang mengambil aspek aspek khas komik luar kemudian diubah dengan sentuhan khas nusantara namun untungnya semakin kesini komik Indonesia semakin memiliki ciri khasnya sendiri namun tetap kental dengan budaya nusantara dan nasionalisme.
  • Komik Manga telah menjadi trending komik di dunia dalam beberapa tahun kebelakang, Komiknya yang menawarkan berbagai cerita anti mainstrem dan juga design karakternya yang khas dan tidak terlalu realis memberikan Komikus Manga keleluasaan dalam berimajinasi dan menuangkannya ke kertas secara bebas. Kegilaan cerita cerita di Manga inilah yang pada akhirnya menarik minat banyak pembaca komik.
  • Komik Wuxia adalah komik yang berasal dari komikus China, Cerita yang ditawarkan dalam komik Wuxia biasanya berkaitan dengan bela diri tradisional ataupun mitologi Tiongkok dan selain itu ciri khas art yang indah dengan sentuhan semi realis terhadap karakternya. Komik Wuxia ini terkenal di Indonesia pada tahun 1990 bersamaan dengan boomingnya film film beladiri kungfu di dunia yang menghasilkan aktor terkenal seperti Bruce Lee dan Jackie Chan.

Selasa, 23 September 2025

Simfoni Keterpurukan: Menyingkap Psikologi Kultus di Dunia Komik dan Realitas Nyata

 

Prolog: Mengapa Kita Terobsesi dengan Kultus?

Dalam narasi fiksi, kultus sering muncul sebagai entitas yang misterius, menakutkan, dan jahat, dari penjahat berjubah yang haus kekuasaan hingga entitas kosmik yang melampaui pemahaman manusia. Daya tarik naratif ini bukan sekadar tentang sensasi; ini adalah cerminan dari ketakutan manusia yang paling mendalam akan kehilangan otonomi diri dan cengkeraman pada realitas. Komik dan manga, sebagai media yang kuat dalam membentuk budaya pop, menyediakan ruang yang aman untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan sulit: mengapa orang menyerahkan logika mereka? Apa yang membuat individu yang tampaknya normal meninggalkan segalanya untuk sebuah ideologi? Laporan ini berupaya melampaui penggambaran sensasional dalam media untuk menganalisis dinamika kultus melalui lensa akademis, membandingkan secara langsung arketipe fiksi dengan studi kasus nyata. Tujuannya adalah untuk mengungkap kesamaan mendasar dalam mekanisme perekrutan, kontrol, dan perusakan logika yang beroperasi baik di halaman komik maupun dalam sejarah tragis dunia nyata.

 

Bagian I: Arketipe Kultus dalam Fiksi — Sebuah Analisis Tipologis

Kultus dalam komik dan manga jarang digambarkan sebagai entitas satu dimensi. Sebaliknya, mereka merefleksikan berbagai arketipe yang secara unik mengeksplorasi aspek-aspek berbeda dari fanatisme, manipulasi, dan kontrol. Bagian ini akan mengidentifikasi beberapa arketipe dominan yang muncul dalam narasi fiksi, mulai dari pemimpin karismatik hingga kekuatan tersembunyi, dan menguraikan bagaimana mereka membangun dunia mereka.

 

Bab 1: Pemimpin Mesias dan Pengikut yang Hilang Arah

Arketipe ini berpusat pada seorang pemimpin tunggal yang karismatik yang memanfaatkan kerentanan sosial dan psikologis pengikutnya. Figur ini sering kali menawarkan keselamatan atau tujuan yang mulia bagi mereka yang merasa terpinggirkan oleh masyarakat.

Deacon Blackfire (Batman):

Deacon Joseph Blackfire digambarkan sebagai penipu ulung yang memangsa populasi tunawisma dan terpinggirkan di Gotham City.1 Mengaku sebagai utusan ilahi dan dukun berusia lebih dari 100 tahun, Blackfire membangun pasukan dari kaum yang paling putus asa di kota, menjanjikan mereka kehidupan yang lebih baik dan misi yang agung: membasmi kejahatan di Gotham.1 Dia menggunakan pidato yang memikat dan manipulasi psikologis, termasuk pemberian obat-obatan dan perlakuan tidak manusiawi, untuk menghancurkan moral dan kehendak individu, termasuk Batman sendiri.1 Janji Blackfire untuk "memberantas kejahatan" berfungsi sebagai narasi yang menarik bagi orang-orang yang telah ditinggalkan oleh sistem. Dengan mengisolasi pengikutnya di gorong-gorong di bawah kota, dia menciptakan realitas terpisah di mana dia adalah satu-satunya sumber otoritas dan makna. Kekuatan kultus Blackfire tidak terletak pada kekuatan supernatural, melainkan pada kemampuannya untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan titik-titik lemah dalam jiwa manusia, mengubah orang-orang yang rentan menjadi tentara yang patuh.

 

Bab 2: Kekuatan di Balik Tirai & Ideologi Rahasia

Berbeda dengan arketipe mesias yang beroperasi di depan umum, jenis kultus ini menarik kekuatan dari kerahasiaan, sejarah kuno, dan kontrol tersembunyi atas kekuasaan politik atau sosial. Mereka mewujudkan ketakutan masyarakat terhadap konspirasi elit yang beroperasi di luar batas-batas hukum dan moral.

Court of Owls (Batman):

Court of Owls adalah perkumpulan rahasia yang terdiri dari keluarga-keluarga tertua dan terkaya di Gotham City.3 Organisasi ini telah mengendalikan pengaruh politik dan sosial sejak berdirinya kota, menggunakan pembunuhan, uang, dan jaringan bawah tanah yang luas. Mereka tidak mencari pengikut massal, melainkan merekrut atau menciptakan pembunuh terlatih yang dikenal sebagai Talons untuk menjalankan kepentingan mereka.4 Terungkap dalam alur cerita Dark Nights: Metal bahwa kultus ini menyembah Barbatos, dewa kegelapan dari Dark Multiverse.3 Tujuan utama mereka bukanlah keselamatan spiritual bagi massa, melainkan kontrol politik dan sosial yang absolut. Hal ini menunjukkan bahwa ideologi kultus dapat diubah dari narasi keagamaan menjadi alat untuk ambisi kekuasaan murni.

 

The Hand (Daredevil):

The Hand adalah klan ninja mistis yang berubah menjadi kultus. Didirikan pada tahun 1588 sebagai perkumpulan samurai nasionalis, mereka kemudian dikorupsi oleh klan ninja kuno Snakeroot yang memperkenalkan pemujaan terhadap iblis primordial yang dikenal sebagai "The Beast".5 Tujuan The Hand adalah kekuasaan, dan mereka menggunakan sihir gelap untuk membangkitkan orang mati sebagai pelayan mereka yang setia.5 Mereka terobsesi untuk menguasai wilayah fisik, seperti sebuah blok di Hell's Kitchen, yang menunjukkan ambisi mereka untuk mendirikan benteng di dunia nyata.6 Transformasi mereka dari kelompok nasionalis yang berupaya mengembalikan kekuasaan kepada rakyat Jepang menjadi sebuah kultus nihilistik yang melayani entitas jahat menunjukkan bagaimana sebuah ideologi yang awalnya mulia dapat menjadi rapuh dan rentan terhadap korupsi ekstrem yang didorong oleh keinginan akan kekuatan.

 

Bab 3: Meta-Kultus dan Horor Kosmik

Arketipe ini melampaui sosok pemimpin manusia dan menggambarkan kultus yang terbentuk di sekitar ide, fenomena, atau entitas non-manusia. Mereka adalah metafora untuk bahaya fanatisme murni dan hilangnya identitas yang diakibatkannya.


The Church of the Crimson King (Uzumaki):

Manga horor Uzumaki menghadirkan representasi unik di mana "kultus" tidak memiliki pemimpin manusia sama sekali. Para pengikutnya adalah warga kota Kurouzu-cho yang terinfeksi oleh "kutukan spiral" yang tak dapat dijelaskan.7 Sumber dari obsesi ini adalah sebuah kota purba yang berbentuk spiral dan sentien yang mengutuk tanah di atasnya karena cemburu.7 Kutukan ini menyebabkan obsesi, paranoia, dan mutasi fisik, secara harfiah mengubah orang menjadi monster yang memuja spiral.8 Pengikut tidak tunduk pada seorang pemimpin, melainkan pada sebuah ideologi yang secara fisik terwujud di sekitar mereka. Kengerian yang sesungguhnya berasal dari hilangnya otonomi dan identitas diri saat setiap orang secara tak terhindarkan ditarik ke dalam spiral yang tak berujung, yang merupakan perwujudan metaforis dari hilangnya diri yang dialami pengikut kultus nyata.

 

The Church of the Saint of the Earth (Chainsaw Man):

Dalam manga Chainsaw Man, kultus ini muncul sebagai "kultus penggemar" yang mengagumi karakter utama, Chainsaw Man.9 Di permukaan, mereka bertujuan untuk membantu Chainsaw Man hidup normal. Namun, agenda ini adalah narasi yang direkayasa oleh pemimpin sejati, iblis kelaparan Fami, untuk memanipulasi pengikut dan memicu kekacauan apokaliptik.10 Kultus ini adalah komentar tajam tentang bagaimana fanatisme terhadap budaya pop dapat dimanfaatkan untuk tujuan jahat. Ini menunjukkan bagaimana narasi yang tampak mulia—seperti "membiarkan pahlawan kita hidup normal"—dapat digunakan sebagai alat untuk merekrut dan menutupi tujuan yang jauh lebih gelap. Taktik ini sangat mirip dengan bagaimana kultus dunia nyata menggunakan bahasa dan simbol yang familier untuk menarik pengikut dan menutupi agenda mereka.

 

Bagian II: Anatomi Kultus Nyata — Studi Kasus Sosiologis dan Psikologis

Meskipun narasi fiksi sering kali menonjolkan elemen dramatis, dinamika fundamental di balik kultus nyata sering kali jauh lebih kompleks dan terperinci. Bagian ini akan mengupas studi kasus kultus-kultus yang terjadi di dunia nyata, dengan fokus pada bagaimana mereka merekrut pengikut, memanipulasi pemikiran, dan mempertahankan kontrol.

 

Bab 4: Keterpurukan, Identitas, dan Perekrutan

Studi sosiologis dan psikologis menunjukkan bahwa orang-orang yang bergabung dengan kultus tidaklah lemah atau mudah tertipu. Sebaliknya, mereka sering kali berada di titik terendah dalam hidup mereka, mencari makna, komunitas, atau jawaban atas krisis eksistensial. Kultus menawarkan sebuah solusi, sebuah identitas baru, yang sangat sulit untuk ditolak.

The Peoples Temple (Jonestown):

The Peoples Temple, yang didirikan oleh Jim Jones, berawal sebagai sebuah gereja yang progresif secara sosial di San Francisco, menarik pengikut dari berbagai latar belakang yang terpinggirkan.11 Namun, seiring dengan meningkatnya paranoia Jones, ia memindahkan jemaatnya ke kompleks terisolasi di Guyana, tempat yang ia sebut sebagai "Jonestown".11 Di sana, para pengikut dihadapkan pada pelecehan psikologis dan emosional, kerja paksa, dan bahkan penggunaan narkoba untuk mengendalikan perilaku mereka.12 Kisah Jonestown menunjukkan bahwa janji akan sebuah utopia, yang sering kali menarik bagi orang-orang yang putus asa, dapat berfungsi sebagai jebakan yang mengarah pada isolasi total dan kehancuran.

Ku Klux Klan (KKK):

Berbeda dengan kultus yang menawarkan keselamatan spiritual, Ku Klux Klan menjual identitas yang eksklusif dan rasa memiliki yang didasarkan pada supremasi kulit putih. KKK menggunakan metode rekrutmen yang canggih, seperti "bloc recruitment," di mana mereka merekrut anggota dari kelompok yang sudah terorganisir seperti gereja dan persaudaraan.13 Strategi ini memungkinkan mereka untuk merekrut massa dalam jumlah besar dan membangun solidaritas yang sudah ada. Kekerasan, meskipun menakutkan, digunakan sebagai alat rekrutmen yang terkendali untuk mengintimidasi lawan dan "mengesankan calon anggota" dengan menunjukkan komitmen terhadap ideologi mereka.13 Mereka juga melakukan kegiatan amal untuk memperbaiki citra publik mereka dan menarik anggota baru.13 Metode ini menunjukkan bahwa perekrutan kultus tidak selalu menargetkan individu yang terpinggirkan, tetapi juga dapat menyusup dan memanfaatkan struktur sosial yang sudah ada.

 

Bab 5: Manipulasi dan Kontrol Pikiran

Inti dari fenomena kultus adalah mekanisme psikologis yang merusak logika dan menggantikan realitas individu dengan realitas kelompok. Proses ini, yang dikenal sebagai "reformasi pemikiran" (thought reform), terjadi secara bertahap dan sistematis.


Aum Shinrikyo:

Aum Shinrikyo, yang berevolusi dari sekolah yoga, berhasil merekrut sejumlah besar lulusan dari universitas-universitas elite Jepang, menantang stereotip bahwa hanya individu berpendidikan rendah yang rentan terhadap kultus.14 Pemimpinnya, Shoko Asahara, menggunakan ramalan apokaliptik untuk meyakinkan para pengikut bahwa Armageddon akan segera tiba dan bahwa mereka memiliki peran penting dalam memicu perang kosmik tersebut.15 Obsesi Asahara terhadap senjata biologis dan gagasannya tentang doomsday mengarah pada serangan gas sarin yang mematikan di kereta bawah tanah Tokyo pada tahun 1995.15 Kasus Aum menunjukkan bahwa orang-orang yang sangat berpendidikan pun dapat tertarik pada kultus jika mereka mencari jawaban atas krisis eksistensial, dan bahwa narasi ekstrem dapat membenarkan kekerasan yang tak terbayangkan.

The Unification Church (Moonies):

Didirikan oleh Sun Myung Moon, The Unification Church menghadapi tuduhan "cuci otak" dan dikritik karena praktik pernikahan massal yang kontroversial.16 Meskipun istilah "cuci otak" dianggap tidak akurat, dinamika yang mereka gunakan sesuai dengan konsep "reformasi pemikiran" oleh Robert Jay Lifton.18 Model ini menjelaskan bagaimana kultus merekrut orang dengan menawarkan kebutuhan dasar manusia—seperti kasih sayang, perhatian, dan makna—dan secara bertahap memanipulasi mereka melalui isolasi dan kontrol informasi.18 Penggunaan istilah "Orang Tua Sejati" oleh Moon menunjukkan bagaimana seorang pemimpin dapat memposisikan dirinya sebagai figur otoritas spiritual dan familial yang tak tertandingi, memperkuat kontrol atas pengikutnya.16

 

Bagian III: Perbandingan “Apple-to-Apple” — Fiksi yang Merefleksikan Realitas

Analisis perbandingan menunjukkan bahwa meskipun fiksi seringkali menambahkan elemen supernatural, arketipe kultus di dalamnya mencerminkan dinamika psikologis dan sosiologis yang sangat nyata. Perbedaan antara fiksi dan realitas sering kali terletak pada kompresi waktu, visualisasi, dan simplifikasi proses yang kompleks.

 

Tabel Perbandingan Fiksi vs. Realitas

Kultus Fiksi

Kultus Nyata

Pemimpin/Ideologi

Tujuan Utama

Metode Kontrol

Relevansi Psikologis

Deacon Blackfire

The Peoples Temple

Pemimpin mesias karismatik yang menjanjikan utopia.

Menguasai sebuah kota/komunitas dan mendirikan utopia pribadi.

Manipulasi, isolasi fisik, penggunaan obat-obatan, kekerasan psikologis.

Keduanya mengeksploitasi kaum terpinggirkan, yang mencari komunitas, makna, dan janji akan kehidupan yang lebih baik, mengubah mereka menjadi pengikut fanatik.

Court of Owls

Ku Klux Klan

Perkumpulan rahasia dengan ideologi elit (supremasi elit/rasial).

Kontrol politik dan kekuasaan absolut.

Kekerasan, intimidasi, perekrutan dari kelompok yang sudah terorganisir, anonimitas publik, dan ritual rahasia.

Keduanya menawarkan identitas eksklusif dan rasa superioritas, menggunakan kekerasan terorganisir untuk menekan lawan dan mempertahankan kekuasaan.

Friends

Aum Shinrikyo

Sosok yang misterius dan diangkat ke status dewa, menggunakan "nubuat".

Menciptakan tatanan dunia baru dengan kekacauan apokaliptik.

Penggunaan narasi apokaliptik, media populer (komik/anime), dan janji keselamatan eksklusif.

Keduanya memanfaatkan kerentanan intelektual dan spiritual, menawarkan sebuah "pengetahuan eksklusif" dan solusi total terhadap krisis dunia, yang pada akhirnya membenarkan tindakan teroris.

 

Analisis Perbandingan dan Distorsi Fiksi

Representasi fiksi sering kali menyederhanakan proses manipulasi yang kompleks untuk alasan naratif. Misalnya, proses reformasi pemikiran yang dialami Batman di tangan Deacon Blackfire digambarkan dalam hitungan hari melalui obat-obatan dan siksaan.1 Dalam dunia nyata, proses serupa, yang sering disebut sebagai "brainwashing," adalah erosi identitas yang lambat dan bertahap, membutuhkan waktu bertahun-tahun melalui isolasi, gaslighting, dan indoktrinasi yang konsisten.18 Fiksi cenderung mengubah proses psikologis yang panjang menjadi konflik yang cepat dan dapat dilihat, yang dapat menciptakan persepsi yang salah bahwa "cuci otak" adalah proses instan.

Meskipun demikian, ada pola tersembunyi yang akurat. Baik kultus fiksi maupun nyata sering kali memanfaatkan konsep "pengetahuan eksklusif" sebagai alat kontrol. Court of Owls memiliki sejarah rahasia Gotham 3, The Hand memiliki pengetahuan mistis tentang "The Beast" 5, sementara Aum Shinrikyo mengklaim memiliki pemahaman unik tentang Armageddon.15 Akses ke informasi rahasia ini menciptakan rasa superioritas bagi pengikut dan memperkuat ikatan kelompok, yang pada gilirannya membenarkan isolasi mereka dari "dunia luar yang tidak tahu."

Selain itu, penggambaran kekerasan dalam fiksi, seperti yang dilakukan oleh The Hand atau KKK, sering kali terlihat heroik atau dramatis, tetapi dalam kenyataannya, kekerasan ini adalah alat yang diperhitungkan untuk rekrutmen dan intimidasi.13 KKK menggunakan kekerasan terkelola untuk "mengesankan calon anggota" dan menunjukkan komitmen terhadap ideologi mereka. Analisis ini mengungkapkan bahwa dalam kasus nyata, kekerasan bukan hanya hasil dari ideologi, tetapi juga merupakan bagian dari mekanisme yang dirancang untuk menarik dan mempertahankan anggota.

 

Bagian IV: Psikologi Pengikut: Mengapa Logika Berhenti Berfungsi?

Pertanyaan yang paling mendalam tentang kultus adalah mengapa orang-orang yang tampaknya normal bergabung dengan mereka. Analisis menunjukkan bahwa keputusan ini jarang didasarkan pada kelemahan bawaan, melainkan pada kombinasi faktor psikologis dan sosial.

 

Bab 7: Korban atau Pelaku?

Penelitian akademis menunjukkan bahwa individu bergabung dengan kultus karena dorongan fundamental seperti "kebutuhan untuk memiliki" (need to belong).20 Orang-orang yang mengalami trauma, kesepian, atau kehilangan makna hidup (seperti kaum tunawisma yang ditargetkan Blackfire atau kaum muda yang mencari komunitas) sangat rentan.1 Kultus menawarkan identitas baru, tujuan, dan komunitas yang sangat menarik dalam kondisi ini. Konsep ini terlihat secara sempurna dalam narasi Deacon Blackfire, yang menemukan Batman di titik terendah psikologisnya dan memanipulasinya dengan janji kebangkitan.

Setelah bergabung, kultus merusak logika pengikutnya secara sistematis. Mereka menggunakan isolasi untuk memutus kontak dengan "kenyataan" di luar, menciptakan sebuah dunia di mana narasi kelompok adalah satu-satunya kebenaran.19 Emosi pengikut dimanipulasi, dan kemampuan untuk berpikir kritis secara bertahap terkikis.21 Proses ini menciptakan disonansi kognitif—ketidaknyamanan mental akibat memegang dua keyakinan yang bertentangan—yang mendorong pengikut untuk menyelaraskan diri dengan keyakinan kelompok, bahkan jika itu berarti mengabaikan moralitas atau logika mereka sendiri. Penghancuran otonomi diri inilah yang memungkinkan tragedi massal seperti pembantaian di Jonestown terjadi, di mana pengikut dengan patuh mengikuti perintah yang tidak masuk akal, telah kehilangan kemampuan mereka untuk menolak.

 

Kesimpulan: Dari Halaman Komik ke Tragedi Nyata

Laporan ini menunjukkan bahwa meskipun fiksi sering kali menonjolkan elemen supernatural dan sensasional, penggambaran kultus dalam komik dan manga secara akurat menangkap dinamika fundamental dari fenomena dunia nyata. Arketipe seperti Pemimpin Mesias, Perkumpulan Rahasia, dan Horor Kosmik adalah perwujudan dari dinamika psikologis nyata seperti karisma, kontrol kekuasaan, dan fanatisme ideologis.

Daya tarik abadi dari tropi kultus dalam budaya pop adalah cerminan dari kerentanan universal manusia terhadap narasi yang menjanjikan makna, komunitas, dan jawaban di tengah ketidakpastian. Dengan memahami bagaimana fiksi menggambarkan fenomena ini—dan di mana ia menyederhanakannya—kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang mengapa orang-orang nyata jatuh ke dalam lubang kelinci yang berbahaya. Batas antara pengikut dan korban, antara fanatisme dan kebebasan, adalah sebuah garis yang terus digambar ulang oleh setiap kisah, baik yang ada di dalam komik maupun yang tertulis dalam sejarah.

Karya yang dikutip

1.     DEACON BLACKFIRE - Batman Miniature Game, diakses September 23, 2025, https://www.batman-miniaturegame.com/post/deacon-blackfire

2.     Deacon Blackfire - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Deacon_Blackfire

3.     Court of Owls - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Court_of_Owls

4.     Court of Owls - Multiversal Omnipedia, diakses September 23, 2025, http://moa.omnimulti.com/Court_of_Owls

5.     The Hand (comics) - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/The_Hand_(comics)

6.     Daredevil: The Hand – Who, What, and When? | Marvel Movie Magic, diakses September 23, 2025, https://captainzach616.wordpress.com/2015/04/22/daredevil-the-hand-who-what-and-when/

7.     Uzumaki - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Uzumaki

8.     Junji Ito – Uzumaki (2000) Review | A Sky of Books and Movies, diakses September 23, 2025, https://jeroenthoughts.wordpress.com/2023/09/17/junji-ito-uzumaki-2000-review/

9.     Can someone explain the chainsaw man church thing? : r/ChainsawMan - Reddit, diakses September 23, 2025, https://www.reddit.com/r/ChainsawMan/comments/15fqjqh/can_someone_explain_the_chainsaw_man_church_thing/

10.  Chainsaw Man - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Chainsaw_Man

11.  Blog • Peoples Temple in Jonestown, Guyana - Roanoke County, diakses September 23, 2025, https://roanokecountyva.gov/Blog.asp?IID=147&ARC=395

12.  Jonestown — FBI, diakses September 23, 2025, https://www.fbi.gov/history/famous-cases/jonestown

13.  Ku Klux Klan recruitment - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Ku_Klux_Klan_recruitment

14.  Aum Shinrikyo - Wikipedia, diakses September 23, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Aum_Shinrikyo

15.  Terrorists Use Sarin Gas in Tokyo Subway Attack | Research ..., diakses September 23, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/politics-and-government/terrorists-use-sarin-gas-tokyo-subway-attack

16.  Unification Church (religious movement) | Research Starters - EBSCO, diakses September 23, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/religion-and-philosophy/unification-church-religious-movement

17.  Moon Founds the Unification Church | Research Starters - EBSCO, diakses September 23, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/history/moon-founds-unification-church

18.  BAB II TINJAUAN PUSTAKA - KC UMN, diakses September 23, 2025, https://kc.umn.ac.id/17360/4/BAB_II.pdf

19.  (PDF) Cults in Popular Culture: Representation vs. Reality, diakses September 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/386275768_Cults_in_Popular_Culture_Representation_vs_Reality

20.  "They're Freaks!": The Cult Stereotype in Fictional Television Shows, 1958–2008, diakses September 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/259731749_They're_Freaks_The_Cult_Stereotype_in_Fictional_Television_Shows_1958-2008

21.  Memahami Kecerdasan Emosional dan Spiritual Melalui Lensa Islam, diakses September 23, 2025, https://jurnalistiqomah.org/index.php/merdeka/article/view/196/191

Minggu, 21 September 2025

Dari Ketergantungan Nobita hingga Dosa Asal Takopi: Dekonstruksi Filosofis dan Psikologis atas Gratifikasi Instan dan Kerapuhan Manusia

 

Prakata: Ketika Harapan Bertemu Konsekuensi

Dua karya media pop Jepang, Doraemon dan Takopi no Genzai, berdiri di ujung spektrum naratif yang berlawanan. Doraemon, yang dikenal sebagai serial komik dan anime anak-anak yang penuh keceriaan dan petualangan, telah memikat jutaan penonton lintas generasi dengan premisnya yang sederhana: seekor robot kucing futuristik tiba di masa lalu untuk membantu seorang anak laki-laki yang malas. Di sisi lain, Takopi no Genzai—sebuah serial manga yang jauh lebih baru dan gelap—menghadirkan kisah yang suram dan memilukan, di mana seorang alien naif berusaha menyebarkan kebahagiaan di tengah realitas yang brutal.

Meskipun berbeda dalam genre dan nada, kedua cerita ini secara paradoks menyajikan premis yang sama: sebuah entitas non-manusia hadir untuk "menolong" seorang anak yang sedang bermasalah. Doraemon, dengan kantong empat dimensinya, menyediakan solusi instan bagi Nobita Nobi. Takopi, alien berbentuk gurita dari "Happy Planet," menawarkan "Happy Gadgets" untuk membantu Shizuka Kuze. Namun, perbedaan mendasar terletak pada konsekuensi dari bantuan tersebut. Laporan ini akan menganalisis bagaimana kehadiran entitas penolong yang menyediakan solusi instan secara ironis justru menyingkap kerapuhan dan ketidakmampuan protagonis untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Analisis ini akan menempatkan Nobita dan Shizuka pada spektrum psikologis yang sama, di mana Doraemon menyajikan fase ketergantungan yang naif dalam balutan komedi, sementara Takopi no Genzai mengeksplorasi fase traumatis dan tragis dari fenomena yang sama.

 

Kondisi Doraemonian: Analisis Psikologis atas Ketergantungan dalam Utopia yang Nyaman

 

Nobita Nobi: Studi Kasus Learned Helplessness

Nobita Nobi adalah arketipe dari protagonis yang seringkali gagal. Ia digambarkan sebagai anak berusia sepuluh tahun yang baik hati dan jujur, namun juga pemalas, canggung, dan tidak berdaya.1 Nobita secara konsisten menunjukkan prestasi buruk di sekolah dan olahraga, serta sering menjadi korban perundungan dari teman sekelasnya, Gian dan Suneo.1 Ketidakmampuannya untuk menghadapi masalah-masalah ini secara mandiri mendorongnya untuk secara rutin meminta bantuan dari Doraemon dan gadget-gadget futuristiknya.1 Kebiasaan ini menciptakan sebuah pola perilaku yang dapat dianalisis secara mendalam melalui lensa psikologi.

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan teori Learned Helplessness atau Ketidakberdayaan yang Dipelajari, sebuah konsep yang dikembangkan oleh psikolog Martin Seligman.4 Teori ini menyatakan bahwa ketika seorang individu berulang kali menghadapi situasi negatif yang ia anggap tidak dapat dikendalikan, ia akan berhenti mencoba untuk mengubah keadaannya, bahkan ketika ia sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukannya.4 Dalam kasus Nobita, siklusnya jelas: ia menghadapi masalah (misalnya, diejek oleh Suneo atau diancam oleh Gian), ia merasa tidak berdaya, ia meminta bantuan Doraemon, dan solusi instan pun tersedia. Siklus yang berulang ini secara efektif mencegah Nobita untuk mengembangkan self-efficacy, yaitu keyakinan pada kemampuan dirinya untuk mencapai tujuan.6 Sebaliknya, ia belajar bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi kesulitan adalah melalui bantuan eksternal.

Pola ini memiliki implikasi jangka panjang yang signifikan. Kondisi Nobita yang selalu bergantung dan pasif dapat berkembang menjadi fenomena yang dikenal sebagai adult entitled dependence atau Failure to Launch, di mana seseorang tetap bergantung penuh pada orang lain di masa dewasa karena tidak pernah belajar kemandirian.4 Meskipun Nobita digambarkan sebagai karakter yang secara inheren baik, kebiasaan ketergantungannya adalah "dampak psikologis yang tidak baik dalam menjalani hidup ke depannya".4 Selain itu, ketergantungan pada solusi eksternal juga berkaitan dengan kecenderungan untuk sangat bergantung pada penilaian orang lain.8 Kekhawatiran Nobita yang konstan terhadap pandangan teman-temannya—dan dorongannya untuk menggunakan gadget Doraemon untuk membalas dendam atau pamer—dapat dilihat sebagai manifestasi dari keyakinan bahwa ia tidak mampu mengendalikan "social reinforcers" atau interaksi sosial tanpa bantuan. Ia merasa pasif dalam lingkungan sosialnya, dan hal ini memperkuat siklus ketidakberdayaannya.8

Gratifikasi Instan: Antara Moral Komedi dan Konsekuensi Terabaikan

Meskipun Nobita menunjukkan pola ketergantungan yang konsisten, narasi Doraemon bukanlah sekadar perayaan solusi instan. Sebaliknya, cerita-cerita tersebut seringkali berfungsi sebagai narasi didaktik. Doraemon memang menyediakan gadget seperti "Take-Copter" atau "Anywhere Door," tetapi Nobita memiliki kecenderungan untuk terbawa suasana saat menggunakannya, yang biasanya menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi dirinya dan orang lain.1 Kegagalan Nobita dalam mengelola gadget-gadget ini adalah inti dari komedi dan pelajaran moral dari serial ini.

Fenomena ini mengungkapkan sebuah paradoks naratif. Meskipun karakter Nobita sendiri menunjukkan perilaku pasif, ceritanya secara implisit mengajarkan audiens bahwa jalan pintas seringkali menciptakan masalah yang lebih besar.7 Sebuah penelitian yang menganalisis dampak

Doraemon pada remaja Vietnam menunjukkan bahwa, meskipun Nobita sering bergantung pada gadget, penonton, khususnya anak-anak, memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya usaha diri dan mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.9 Mereka memahami bahwa mengandalkan jalan pintas pada akhirnya akan menyebabkan masalah yang lebih rumit.9 Hal ini menunjukkan bahwa narasi

Doraemon secara cerdas menempatkan Doraemon sebagai More Knowledgeable Other (MKO), sebuah konsep dari teori psikokognitif Vygotsky.10 Doraemon membimbing Nobita keluar dari Zone of Proximal Development (ZPD) dengan memperkenalkan solusi canggih, meskipun Nobita seringkali belajar melalui metode coba-coba yang kacau.10

Pada tingkat filosofis, dunia Doraemon dapat dilihat sebagai representasi dari utopia teknologi yang ramah, di mana masalah sehari-hari dapat diatasi dengan sains dan inovasi dari masa depan.11 Namun, bahkan dalam dunia yang ideal ini, kelemahan mendasar dari sifat manusia—kemalasan, kecemburuan, dan ketidakmampuan untuk mengatasi kesulitan—tetap menjadi tantangan yang tak dapat diselesaikan oleh teknologi.

Doraemon secara halus mengkritik bahwa meskipun kita memiliki semua alat di dunia, pertumbuhan sejati tetap datang dari keberanian internal dan tekad untuk berubah.7 Ini adalah nuansa penting yang menolak pandangan simplistik bahwa Doraemon hanya mendorong ketergantungan. Sebaliknya, ia adalah sebuah komedi tentang kegagalan manusia untuk memanfaatkan potensi penuh dari alat yang diberikan.

 

Dosa Asal Takopi: Konsekuensi Ekstrem dari Ketergantungan dalam Distopia yang Brutal

Trauma Kompleks dan Mekanisme Koping Eksternal

Berbeda dengan Nobita yang hidup di lingkungan keluarga yang suportif, karakter-karakter dalam Takopi no Genzai berada di ujung ekstrem dari penderitaan. Shizuka Kuze, Marina Kirarazaka, dan Naoki Azuma adalah korban dari lingkungan rumah tangga yang penuh kekerasan dan penelantaran.12 Shizuka adalah seorang gadis yang hidup dalam "mimpi buruk yang nyata" karena diabaikan oleh ibunya dan ditinggalkan oleh ayahnya.12 Marina, perundungnya, secara fisik dianiaya oleh ibunya sendiri sebagai akibat dari pernikahan yang gagal.12 Naoki, yang mencoba mendukung Shizuka, dibesarkan oleh ibu yang sangat kritis yang menciptakan kompleks inferioritas pada dirinya.12

Kondisi psikologis mereka dapat dijelaskan dengan teori Complex Trauma, sebuah konsep yang menggambarkan paparan berulang terhadap peristiwa traumatis yang bersifat interpersonal, seringkali dari pengasuh.14 Trauma semacam ini, yang juga dikenal sebagai Developmental Trauma Disorder (DTD), mengganggu kemampuan anak untuk membentuk ikatan yang aman, mengatur emosi, dan mengembangkan rasa harga diri.15 Penderitaan Shizuka yang terlantar dan kekerasan yang dialami Marina adalah studi kasus yang jelas dari kondisi ini. Kedua gadis ini, yang tidak memiliki fondasi psikologis yang kuat dan tidak memiliki panutan dewasa yang suportif, mengembangkan mekanisme koping maladaptif.

Perundungan yang dilakukan Marina terhadap Shizuka bukanlah sekadar kejahatan, melainkan manifestasi dari externalizing behavior, sebuah mekanisme pertahanan di mana individu memproyeksikan penderitaan internal mereka ke dunia luar.17 Rasa sakit yang diakibatkan oleh kekerasan orang tuanya dilampiaskan pada Shizuka, yang dianggapnya bertanggung jawab atas kehancuran keluarganya.12 Mekanisme ini menciptakan siklus trauma yang diturunkan, di mana rasa sakit Marina menjadi sumber rasa sakit Shizuka, yang pada gilirannya memicu respons pasif yang putus asa.20 Ketidakberdayaan yang dialami Shizuka—yang berpuncak pada upaya bunuh diri—adalah hasil dari "titik puncak" traumatis yang jauh lebih dalam daripada sekadar kemalasan atau kecerobohan yang dialami Nobita.

 

Takopi: Dekonstruksi Brutal dari Gagasan Solusi Instan

Kehadiran Takopi, alien yang naif dan "positif ekstremis" dari "Happy Planet," berfungsi sebagai parodi gelap dari premis Doraemon.12 Seperti Doraemon, Takopi datang dengan "Happy Gadgets" dan kemampuan unik—termasuk kamera yang bisa memundurkan waktu.21 Namun, niatnya yang tulus untuk membawa kebahagiaan justru memperburuk masalah, menyebabkan kematian, manipulasi, dan siklus traumatis yang tak berujung.21 Ia tidak memahami nuansa penderitaan manusia 13, dan "solusi" naifnya adalah bentuk "kekerasan yang bermaksud baik" yang menegaskan sebuah pelajaran pahit: tidak semua hal bisa diperbaiki.12

Di mana Doraemon menyediakan solusi instan yang berujung pada pelajaran ringan, Takopi menyediakan "solusi" yang sama yang berujung pada horor psikologis dan tragedi.22 Ia adalah dekonstruksi dari gagasan bahwa kebahagiaan dapat dicapai dengan jalan pintas. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa hal itu dapat memicu kehancuran. Dalam Takopi no Genzai, teknologi atau sihir yang seharusnya "membantu" bukan lagi alat netral, melainkan senjata yang mempercepat kehancuran. Ini adalah kritik yang jauh lebih tajam terhadap utopianisme teknologi.24

Secara eksistensial, akhir cerita Takopi yang pahit-manis, di mana karakter-karakter akhirnya menemukan "keselamatan" bukan melalui kekuatan Takopi, melainkan melalui koneksi antarmanusia dan komunikasi 25, berfungsi sebagai antitesis langsung terhadap premis Doraemon. Pesan utamanya adalah bahwa dukungan sejati berasal dari empati, pemahaman, dan hubungan yang otentik—bukan dari gadget atau mesin waktu. Takopi, setelah menyaksikan kehancuran yang ditimbulkannya, menyadari bahwa ia tidak dapat memperbaiki kehidupan orang lain, tetapi ia bisa menjadi "common ground" yang memungkinkan mereka menemukan dukungan satu sama lain. Akhirnya, ia berubah menjadi simbol kebaikan dan keterbukaan, melepaskan kemampuan mereka sendiri untuk sembuh dan menjadi teman.26

 

Spektrum Ketergantungan: Komparasi dan Wawasan Kritis

Untuk memahami perbedaan dan keterkaitan yang fundamental antara kedua karya ini, perbandingan tematik dapat disajikan dalam tabel berikut.

 

Tabel Perbandingan: Dari Doraemon hingga Takopi: Spektrum Psikologis Ketergantungan

 

Aspek Komparasi

Doraemon

Takopi no Genzai

Karakter Utama

Nobita Nobi

Shizuka Kuze

Entitas Penolong

Doraemon (Robot)

Takopi (Alien)

Lingkungan Naratif

Utopia (Nyaman, aman, suportif)

Distopia (Brutal, traumatis, disfungsional)

Wujud Solusi Instan

Gadget futuristik (seringkali salah digunakan)

Sihir/mesin waktu (seringkali salah digunakan)

Kerangka Psikologis

Learned Helplessness (Ketidakberdayaan yang dipelajari)

Complex Trauma (Trauma kompleks)

Konsekuensi Ketergantungan

Komedi & Pelajaran moral yang ringan

Tragedi & Horor psikologis yang ekstrem

Pesan Akhir

Ketergantungan dapat diatasi dengan usaha dan tanggung jawab

Ketergantungan harus didekonstruksi melalui koneksi antarmanusia

Ketergantungan Nobita dan patologi Shizuka adalah dua ujung dari spektrum yang sama: respons pasif terhadap rasa tidak berdaya yang berakar pada lingkungan mereka. Keduanya mencari solusi eksternal karena mereka merasa tidak mampu mengendalikan nasibnya sendiri. Namun, perbedaan utama terletak pada konteks. Lingkungan Nobita yang aman dan suportif mengubah kecenderungan manja menjadi sumber komedi dan pelajaran moral ringan yang mudah dicerna.9 Lingkungan Shizuka yang brutal dan disfungsional mengubah kecenderungan serupa menjadi katalisator bagi kekerasan dan tragedi.12

Doraemon mengajarkan konsekuensi ringan dari ketergantungan di lingkungan yang stabil, sementara Takopi menunjukkan konsekuensi brutal dari ketergantungan di lingkungan yang sudah rusak.

Secara tematik, Takopi no Genzai dapat dianggap sebagai kritik terhadap genre utopia yang diwakili oleh Doraemon. Ia mengambil premis dasar yang dianggap "lucu" dan "didaktik" dan menampilkannya dalam dunia yang realistis dan kejam, membongkar naivetasnya. Laporan ini berpendapat bahwa Takopi adalah respons filosofis terhadap narasi Doraemon, sebuah pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai melalui jalan pintas, tidak peduli seberapa "happy" atau "canggih"nya solusi yang ditawarkan. Kedua komik ini, dalam caranya masing-masing, mendorong kita untuk melihat ke dalam diri dan menemukan kekuatan untuk menghadapi masalah kita, bukan mengharapkan bantuan dari kantong empat dimensi atau sihir dari planet lain.

 

Kesimpulan: Cermin Refleksi Keberanian dan Kerapuhan Manusia

Pada akhirnya, Doraemon dan Takopi no Genzai, meskipun berbeda genre, adalah cermin yang merefleksikan satu kebenaran universal: pertumbuhan sejati datang dari perjuangan internal dan kemandirian, bukan dari ketergantungan pada solusi instan. Doraemon memberikan pesan ini dalam balutan narasi yang ringan dan penuh harapan, di mana kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Ia menunjukkan bahwa meskipun Nobita seringkali jatuh, ia memiliki kapasitas untuk bangkit dan menunjukkan keberanian.2 Ceritanya adalah pengingat yang lembut bahwa transformasi pribadi adalah mungkin dan dimulai dengan langkah-langkah kecil.7

Sebaliknya, Takopi no Genzai menyampaikan pesan yang sama dengan cara yang jauh lebih ekstrem, melucuti segala ilusi tentang solusi mudah. Ia mengingatkan kita bahwa ada "dosa asal"—rasa sakit yang diwariskan dari orang tua dan lingkungan yang rusak—yang tidak dapat diselesaikan oleh siapa pun kecuali diri kita sendiri. Karakter-karakter dalam Takopi pada akhirnya menemukan jalan menuju penyembuhan bukan melalui sihir, melainkan melalui tindakan keberanian yang paling sederhana: saling berbicara, berbagi beban, dan membangun koneksi otentik.25

Kedua komik ini, dalam caranya masing-masing, mendorong kita untuk melihat ke dalam diri dan menemukan kekuatan untuk menghadapi masalah kita, bukan mengharapkan bantuan dari kantong empat dimensi atau sihir dari planet lain. Doraemon adalah sebuah komedi tentang kegagalan yang mengajarkan kita untuk tidak bergantung, sedangkan Takopi adalah sebuah tragedi yang menunjukkan kepada kita apa yang terjadi ketika ketergantungan bertemu dengan keputusasaan. Mereka adalah dua sisi dari koin yang sama, yang secara bersama-sama menawarkan pandangan yang komprehensif tentang keberanian, kerapuhan, dan esensi sejati dari menjadi manusia.

Karya yang dikutip

1.     Doraemon - Wikipedia, diakses September 22, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Doraemon

2.     Analysis of The Character in Doraemon Comic Afri Sadly ... - Neliti, diakses September 22, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/110170-EN-analysis-of-the-character-in-doraemon-co.pdf

3.     List of Doraemon characters - Wikipedia, diakses September 22, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Doraemon_characters

4.     Learned Helplessness | Psychology Today, diakses September 22, 2025, https://www.psychologytoday.com/us/basics/learned-helplessness

5.     Learned helplessness | Research Starters - EBSCO, diakses September 22, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/psychology/learned-helplessness

6.     Learned helplessness - Wikipedia, diakses September 22, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Learned_helplessness

7.     Go beyond the laugh! Explore the Complex Character of Nobita Nobi in Doraemon, diakses September 22, 2025, https://pronay-165022.blogspot.com/2024/03/exploring-complex-character-of-nobita_27.html

8.     Learned Helplessness and Dependence on the Judgment of Others - UNT Digital Library, diakses September 22, 2025, https://digital.library.unt.edu/ark:/67531/metadc330862/

9.     (PDF) The cultural and educational impact of Nobita in the ..., diakses September 22, 2025, https://www.researchgate.net/publication/379689001_The_cultural_and_educational_impact_of_Nobita_in_the_Vietnamese_context

10.  Doraemon Nobita Dinosaur Psychological Analysis | PDF - Scribd, diakses September 22, 2025, https://www.scribd.com/presentation/844024400/Doraemon-Nobita-Dinosaur-Psychological-Analysis-1

11.  Beyond Utopia: New politics, the politics of knowledge and the science fictional field of Japan - Universiteit Leiden, diakses September 22, 2025, https://www.universiteitleiden.nl/en/research/research-projects/humanities/beyond-utopia-new-politics-the-politics-of-knowledge-and-the-science-fictional-field-of-japan

12.  Takopi's Original Sin: A Gritty Exploration of Mental Health and ..., diakses September 22, 2025, https://screenrant.com/best-anime-2025-takopis-original-sin-rule-breaker/

13.  Anime Review: Takopii no Genzai - The Outerhaven, diakses September 22, 2025, https://www.theouterhaven.net/anime-review-takopii-no-genzai/

14.  Complex Trauma - The National Child Traumatic Stress Network |, diakses September 22, 2025, https://www.nctsn.org/what-is-child-trauma/trauma-types/complex-trauma

15.  What Is Complex Trauma? - Child Mind Institute, diakses September 22, 2025, https://childmind.org/article/what-is-complex-trauma/

16.  Understanding Neglect's Toll on Child Development - American Bar Association, diakses September 22, 2025, https://www.americanbar.org/groups/public_interest/child_law/resources/child_law_practiceonline/child_law_practice/vol_32/march_2013/understanding_neglectstollonchilddevelopment/

17.  Externalization (psychology) - Wikipedia, diakses September 22, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Externalization_(psychology)

18.  Childhood Externalizing Behavior: Theory and Implications - PMC - PubMed Central, diakses September 22, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1617081/

19.  Manga Review: 'Takopi's Original Sin' - Comicon.com, diakses September 22, 2025, https://comicon.com/2023/12/14/manga-review-takopis-original-sin/

20.  A bunch of little analyses and theories of Takopi's Original Sin that I wanted to compile and share (SPOILER WARNING) : r/TakopisOriginalSin - Reddit, diakses September 22, 2025, https://www.reddit.com/r/TakopisOriginalSin/comments/1mc5pzm/a_bunch_of_little_analyses_and_theories_of/

21.  Takopi's Original Sin - Wikipedia, diakses September 22, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Takopi%27s_Original_Sin

22.  'Takopi's Original Sin' series review: The lacerating horrors of meaning well - The Hindu, diakses September 22, 2025, https://www.thehindu.com/entertainment/movies/takopis-original-sin-series-review-the-lacerating-horrors-of-meaning-well/article69904685.ece

23.  Takopi's Original Sin episode 3 review – A haunting descent into guilt | - Times of India, diakses September 22, 2025, https://timesofindia.indiatimes.com/entertainment/anime/takopis-original-sin-episode-3-review-a-haunting-descent-into-guilt/articleshow/122837888.cms

24.  Extreme Conceptions in Dystopian Japanese Animation - Francis Academic Press, diakses September 22, 2025, https://francis-press.com/uploads/papers/x2XsxBEeaGhjoCdjMaxzadzk6vbfw3Gx9z3aNU6v.pdf

25.  Takopii no Genzai • Takopi's Original Sin - Episode 6 discussion : r/anime - Reddit, diakses September 22, 2025, https://www.reddit.com/r/anime/comments/1meyyoy/takopii_no_genzai_takopis_original_sin_episode_6/

26.  The manga's ending... : r/TakopisOriginalSin - Reddit, diakses September 22, 2025, https://www.reddit.com/r/TakopisOriginalSin/comments/1lmx6sb/the_mangas_ending/

27.  (PDF) Impact of 'Doraemon' on adolescent development: a qualitative study of cognitive, moral, and cultural influences in Vietnamese teenagers - ResearchGate, diakses September 22, 2025, https://www.researchgate.net/publication/377895618_Impact_of_'Doraemon'_on_adolescent_development_a_qualitative_study_of_cognitive_moral_and_cultural_influences_in_Vietnamese_teenagers