• Don't ever reject your Nerdy Side because Nerdy Side will brings back your Childhood Memories and makes you Feels Younger.
  • Amerika memiliki banyak studio komik terkenal seperti Marvel, Image Comics, Top Cow dan lainnya yang menghasilkan beragam karakter yang menjadi populer di seluruh dunia. Ciri khas komik Amerika adalah biasanya seorang karakter dapat memiliki penulis serta komikus yang berbeda tergantung dalam event tertentu sehingga menghasilkan cerita dan art yang beragam dari satu karakter yang sama.
  • Komik Indonesia di zaman dahulu banyak mengambil referensi komik dari komik luar negeri, mulai dari genre romansa, komedi hingga komik budaya seperti perwayangan. Komik Indonesia secara gamblang mengambil aspek aspek khas komik luar kemudian diubah dengan sentuhan khas nusantara namun untungnya semakin kesini komik Indonesia semakin memiliki ciri khasnya sendiri namun tetap kental dengan budaya nusantara dan nasionalisme.
  • Komik Manga telah menjadi trending komik di dunia dalam beberapa tahun kebelakang, Komiknya yang menawarkan berbagai cerita anti mainstrem dan juga design karakternya yang khas dan tidak terlalu realis memberikan Komikus Manga keleluasaan dalam berimajinasi dan menuangkannya ke kertas secara bebas. Kegilaan cerita cerita di Manga inilah yang pada akhirnya menarik minat banyak pembaca komik.
  • Komik Wuxia adalah komik yang berasal dari komikus China, Cerita yang ditawarkan dalam komik Wuxia biasanya berkaitan dengan bela diri tradisional ataupun mitologi Tiongkok dan selain itu ciri khas art yang indah dengan sentuhan semi realis terhadap karakternya. Komik Wuxia ini terkenal di Indonesia pada tahun 1990 bersamaan dengan boomingnya film film beladiri kungfu di dunia yang menghasilkan aktor terkenal seperti Bruce Lee dan Jackie Chan.

Rabu, 01 Oktober 2025

Narasi Visual yang Diakui: Analisis Kritis Evolusi Komik sebagai Pilar Sastra Kontemporer

 

Pendahuluan : Dekonstruksi Stigma dan Kebangkitan Novel Grafis

1.1. Pernyataan Tesis: Mengapa Komik Bukan Lagi Sekadar Hiburan

Laporan mendalam ini disusun untuk menganalisis dan memvalidasi fenomena novel grafis sebagai medium naratif yang setara, bahkan vital, dalam sastra kontemporer. Komik, yang secara historis terbebani stigma sebagai hiburan ringan, telah berhasil menembus batasan genre dan secara signifikan meningkatkan lanskap literasi global dan lokal. Transformasi ini didukung oleh fondasi teori kritis yang kuat, inovasi artistik yang mendalam, serta pengakuan institusional dari penghargaan sastra paling bergengsi di dunia.

Tujuan utama dari laporan ini adalah untuk mendemonstrasikan bagaimana novel grafis telah memposisikan dirinya sebagai medium sastra yang valid. Untuk memahami kedalaman pembahasan ini, penting untuk menetapkan terminologi yang akurat: Novel Grafis didefinisikan sebagai karya seni sekuensial yang menggabungkan berbagai bentuk seni grafis dengan alur cerita yang lebih panjang dan lebih kompleks daripada komik serial tradisional.1 Sementara itu, di konteks Indonesia, Penerbit Sebermula Komik telah memperkenalkan istilah

Sastra Grafis 2, sebuah upaya untuk secara eksplisit mengasosiasikan medium ini dengan kualitas sastra dan kedalaman tematik. Novel grafis, atau seni sekuensial, kini menjadi subjek studi interdisipliner yang mencakup semiotika, studi trauma, dan analisis bentuk sastra.3

1.2. Stigma Historis: Dari Pulp Fiction ke Comics Code Authority (CCA)


Jalan menuju pengakuan literer bagi komik adalah perjuangan melawan stigma historis yang mengakar kuat. Komik pada awalnya memang diposisikan sebagai media hiburan, seringkali bersifat humor atau ringan.4 Namun, pada pertengahan abad ke-20 di Amerika Serikat, persepsi ini berubah menjadi penolakan total. Puncak kontroversi terjadi pada tahun 1950-an, didorong oleh kekhawatiran sosial pascaperang.

Tiga kelompok utama menentang komik: pertama, para pendidik yang melihat komik sebagai ancaman terhadap kemampuan literasi siswa dan selera sastra mereka, memenuhi jurnal profesional dengan saran untuk menyapih anak-anak dari cerita superhero.5 Kedua, kelompok moralis dan gereja menentang konten "immoral," seperti penggambaran wanita berpakaian minim dalam komik hutan atau glorifikasi penjahat dalam komik kejahatan.5 Kelompok ketiga dan paling berpengaruh adalah pakar kesehatan mental, dipimpin oleh psikiater Dr. Fredric Wertham. Melalui bukunya yang kontroversial,

Seduction of the Innocent, Wertham mengkampanyekan pelarangan penjualan komik kepada anak-anak, menuduh bahwa konten komik memicu kenakalan remaja, mendorong anak meniru tindakan karakter, dan mendesensitisasi terhadap kekerasan.5

Reaksi industri terhadap gelombang kritik ini adalah pembentukan Comics Code Authority (CCA) pada tahun 1954.6 CCA adalah mekanisme self-censorship industri untuk mencegah sensor pemerintah. Kode yang diberlakukan sangat ketat dan membatasi, melarang adegan kekerasan berlebihan, penggambaran kejahatan yang dapat menciptakan simpati bagi kriminal, atau yang menunjukkan penghinaan terhadap otoritas dan institusi.7 Selain itu, CCA secara tegas melarang penggambaran seksual, ketelanjangan, dan segala inferensi terhadap seksualitas yang menyimpang.7

Implikasi dari stigma dan sensor CCA ini sangat besar. Selama puluhan tahun, CCA secara efektif membatasi ruang lingkup tematik dan artistik komik, menguncinya dalam kategori media yang juvenil dan low-brow. Stigma ini hanya mulai mereda ketika penerbit besar (seperti DC dan Archie Comics) mulai melepaskan segel CCA pada tahun 2011, menandakan bahwa industri telah mengambil alih kembali kontrol naratifnya.6

Yang menarik adalah bagaimana stigma yang semula bertujuan untuk membatasi komik justru secara tidak sengaja memicu kematangan tematiknya. Karena CCA melarang kompleksitas moral dan naratif (misalnya, melarang simpati terhadap tokoh kriminal), komikus yang bertekad mengeksplorasi tema serius dan moralitas abu-abu terpaksa beroperasi di luar batas-batas CCA. Keharusan ini mendorong eksplorasi tema-tema berat, seperti trauma sejarah atau tragedi kemanusiaan, dengan kedalaman yang pada akhirnya diakui oleh institusi sastra paling ketat di dunia. Stigma yang merusak tersebut, ketika ditantang, berfungsi sebagai katalisator yang memaksa novel grafis membuktikan kematangan intelektualnya, jauh melampaui batasan hiburan anak-anak.


Landasan Teori Sastra Grafis: Seni Sekuensial dan Kognisi Pembaca

Untuk memahami mengapa komik diakui sebagai sastra, perlu ditelusuri landasan teoretis yang menjelaskan mekanisme naratifnya yang unik, yang disebut sebagai seni sekuensial.

2.1. Komik sebagai Bahasa: Membedah Narasi Visuo-Literer

Secara akademik, novel grafis diakui sebagai bentuk sequential art—seni yang berurutan—yang memadukan elemen visual (gambar, tata letak) dengan elemen literer (dialog, narasi, onomatope).1 Medium ini menuntut analisis yang interdisipliner, melibatkan studi semiotika, kajian trauma, dan kritik bentuk sastra.3

Dalam kajian naratif, sebuah cerita, terlepas dari medianya, dievaluasi berdasarkan rasionalitas naratif.8 Rasionalitas ini beroperasi pada dua aspek: koherensi dan ketepatan (fidelity).8 Koherensi mengacu pada konsistensi internal cerita—apakah naratif tersebut logis dalam batasan dunia yang diciptakan.

Fidelity adalah standar penilaian di mana cerita akan dipercaya atau ditolak. Dalam novel grafis, narasi harus mempertahankan koherensi visual (kualitas seni dan konsistensi penggambaran karakter) sekaligus ketepatan tematik (kebenaran emosional dan logika plot) untuk dapat dianggap sebagai karya yang serius.8 Ketika novel grafis menangani subjek kompleks, integrasi visual-verbal ini harus kuat agar cerita dianggap "kredibel" oleh pembaca dan kritikus.

2.2. Kekuatan Closure Scott McCloud: Proses Kognitif Sastra


Elemen paling penting yang mengangkat komik ke tingkat sastra adalah kekuatannya dalam menuntut partisipasi kognitif pembaca. Konsep sentral ini diartikulasikan oleh Scott McCloud dalam Understanding Comics: The Invisible Art (1993) melalui teori Closure. McCloud mendefinisikan closure sebagai "fenomena mengamati bagian-bagian tetapi mempersepsikan keseluruhan".9

Closure adalah proses kognitif yang terjadi di celah antar panel, yang dikenal sebagai gutter. Di antara dua gambar yang berurutan, pembaca secara aktif harus mengisi kekosongan naratif atau visual—mereka mensintesis apa yang terjadi, apa yang dirasakan, atau ke mana karakter bergerak.9

Proses kognitif ini menuntut tingkat sintesis dan interpretasi yang tinggi, setara dengan membaca prosa sastra yang mengandalkan implisit, metafora, dan fragmentasi. McCloud memberikan contoh klasik tentang proses closure: panel pertama menunjukkan seorang pria diancam oleh kapak; panel kedua hanya berbunyi "EEYAA!!".9 Pembaca yang memutuskan apa yang terjadi—apakah pria itu mati, di mana kapak itu mendarat, atau bahkan apakah serangan itu berhasil dicegah. McCloud mencatat, "membunuh seseorang di antara panel adalah mengutuknya pada seribu kematian".9 Kalimat ini menunjukkan bahwa kekuatan naratif komik justru terletak pada apa yang tidak ditampilkan.

Keunggulan kognitif novel grafis terletak pada diskontinuitas yang disengaja. Berbeda dengan media visual murni seperti film, yang menampilkan gerakan secara berkelanjutan, komik sengaja menciptakan lompatan atau celah naratif.9 Lompatan ini memaksa pikiran pembaca untuk melakukan sintesis kreatif. Fungsi ini secara tradisional merupakan ciri khas literasi teks tinggi yang melibatkan subteks dan interpretasi mendalam, yang membuktikan bahwa komik bukanlah medium yang pasif atau instruktif, melainkan medium yang menuntut kecerdasan pembaca setara dengan sastra modern. Closure membuktikan bahwa pembaca komik adalah co-creator aktif narasi tersebut.

2.3. Inovasi Bentuk dan Genre Eksperimental

Novel grafis kontemporer tidak hanya meniru struktur sastra teks, tetapi juga mendorong batasan artistik dan genre. Karya-karya eksperimental secara aktif mendekonstruksi format tradisional, mengundang inovasi melalui teknik yang tidak konvensional.11

Genre-genre baru telah muncul yang menunjukkan kematangan tematik luar biasa, jauh melampaui batasan CCA lama:

  1. Novel Grafis Otobiografi: Mengubah pengalaman pribadi dan perspektif subjektif menjadi narasi visual, memungkinkan ekspresi emosi yang otentik dan kompleks (misalnya, Maus atau A First Time for Everything 12).11
  2. Novel Grafis Surealis: Menggunakan logika mimpi, narasi non-linear, dan visual yang diubah untuk menciptakan perjalanan psikologis yang mendalam, menantang norma bercerita konvensional.11

Kompleksitas yang melekat pada medium ini—kemampuannya untuk menyampaikan Semiotika, trauma, dan bentuk sastra—menjadikannya subjek yang ideal untuk studi akademik multi-disiplin.3 Kemampuan novel grafis untuk mengkomunikasikan isu-isu sosial yang rumit melalui gabungan teks dan gambar telah memfasilitasi penerimaan institusional yang signifikan, dibuktikan dengan dimasukkannya komik dan novel grafis ke dalam kurikulum universitas sebagai objek studi yang sah.14 Penerimaan di tingkat akademik ini didorong oleh kompleksitas medium itu sendiri, yang menuntut pendekatan analitis multi-lapis, bukan sekadar kajian genre pop.


Jembatan Pengakuan Global: Komik di Panggung Penghargaan Sastra

Pengakuan komik oleh penghargaan sastra paling bergengsi di dunia adalah bukti nyata bahwa novel grafis telah berhasil memecah "langit-langit kaca" yang dipasang oleh stigma historis. Pengakuan ini bukan hanya tentang memenangkan penghargaan, tetapi tentang pengesahan permanen format komik dalam kanon sastra global.

3.1. Memecah Langit-langit Kaca: Maus dan Hadiah Pulitzer


Studi kasus paling krusial dalam sejarah validasi komik adalah Maus karya Art Spiegelman. Karya monumental ini didasarkan pada wawancara mendalam dengan Vladek Spiegelman, ayah Art, yang merupakan seorang Yahudi Polandia penyintas kamp konsentrasi Auschwitz.12

Pada tahun 1992, Maus memenangkan Hadiah Pulitzer (Penghargaan Khusus). Kemenangan ini adalah sebuah terobosan, karena secara eksplisit mengakui bahwa narasi visual dapat memberikan eksplorasi "searing and innovative" terhadap periode sejarah Jerman yang paling gelap—Holocaust.12 Hal ini memvalidasi komik sebagai media yang mampu menangani kedalaman tematik yang setara dengan non-fiksi dan memoir sastra terbaik.

Penghargaan sastra formal, seperti Pulitzer, secara tradisional adalah benteng konservatisme literasi. Kemenangan Maus membuktikan bahwa novel grafis telah melampaui kategori genre, menjadi bentuk sastra yang valid untuk mendokumentasikan dan memproses trauma kemanusiaan, secara efektif menciptakan dan melegitimasi genre memoir grafis.

3.2. Validasi Man Booker: Kompleksitas Kontemporer


Pengakuan berlanjut ke benua lain dengan nominasi untuk penghargaan sastra berbahasa Inggris paling dihormati di Inggris: Man Booker Prize.

Pada tahun 2018, novel grafis Sabrina karya Nick Drnaso menjadi karya berformat komik pertama yang masuk dalam longlist Man Booker Prize.15 Sabrina menyoroti isu-isu kontemporer yang mendesak, seperti dampak kesedihan pasca-pembunuhan dan bahaya teori konspirasi serta penyebaran berita palsu (fake news).16

Nominasi Sabrina adalah momen penting yang menunjukkan bahwa juri sastra mengakui format tersebut mampu menceritakan kisah yang "sophisticated yet subtle".16 Hal ini meruntuhkan pandangan bahwa novel grafis hanya cocok untuk fiksi genre (fantasi, superhero) dan secara definitif memvalidasi perannya sebagai refleksi kritis terhadap sosial kontemporer. Juri Man Booker Prize secara efektif memberikan pengesahan bahwa novel grafis mampu berbicara tentang dinamika masyarakat modern dengan cara yang efektif dan mendalam.1

3.3. Peningkatan Institusional dan National Book Award


Penerimaan novel grafis di Amerika Serikat terus diperkuat melalui penghargaan institusional seperti National Book Award (NBA).17 Penghargaan ini, bersama dengan Pulitzer dan Man Booker, melengkapi trio validasi sastra tertinggi di dunia Barat.

Pada tahun 2023, Dan Santat memenangkan NBA untuk Sastra Kaum Muda melalui memoir novel grafisnya, A First Time for Everything.13 Pemenang ini merupakan bukti bahwa narasi non-fiksi/memoir dalam format visual diakui sebagai karya sastra utama AS.

Secara kolektif, penghargaan-penghargaan ini berfungsi sebagai akte legal kultural, yang secara permanen mengesahkan medium komik dalam kanon sastra. Pengakuan ini memaksa para kritikus dan akademisi untuk menganggapnya serius, sekaligus memperkuat peran novel grafis sebagai sumber daya budaya dan edukasi yang penting di kelas-kelas dan di luar institusi.17 Peningkatan ini juga menunjukkan bahwa komik tidak hanya bergabung dengan sastra; inovasi dalam bentuk naratif yang ditawarkan oleh novel grafis (khususnya genre otobiografi, surealis, dan eksperimental 11) mendorong evolusi sastra secara keseluruhan dengan menyediakan cara bercerita yang melampaui prosa murni.3

Tabel berikut meringkas bukti empiris terkuat atas validitas genre ini:


Karya/Komikus

Penghargaan Utama

Tahun/Status

Kontribusi Tematik Utama

Maus (Art Spiegelman)

Pulitzer Prize

1992 (Pemenang) 12

Eksplorasi visual trauma Holokaus; genre memoir grafis.

Sabrina (Nick Drnaso)

Man Booker Prize

2018 (Nominasi Longlist) 15

Refleksi isu kontemporer (konspirasi, berita palsu), narasi subtle.

A First Time for Everything (Dan Santat)

National Book Award

2023 (Pemenang YPL) 13

Pengakuan non-fiksi/memoir dalam kategori sastra utama AS.


IV. Sintesis Kritis dan Rekomendasi Diseminasi

4.1. Komik: Inovator Bentuk Sastra Abad ke-21

Analisis yang komprehensif ini menegaskan bahwa evolusi komik dari hiburan pulp yang distigmatisasi menjadi pilar sastra kontemporer adalah kisah sukses naratif yang luar biasa. Perjalanan ini ditandai oleh tiga tonggak penting: pembebasan dari sensor moralistik (CCA), validasi melalui teori naratif kognitif (khususnya Closure yang menuntut partisipasi pembaca), dan pengakuan institusional tertinggi (Pulitzer, Man Booker, NBA).

Novel grafis modern berfungsi sebagai media eksplorasi psikologis, trauma, dan isu sosial yang kompleks, memanfaatkan genre eksperimental seperti Surealisme dan Autobiografi untuk mendorong batas-batas narasi.11 Kehadiran komik di kurikulum universitas 14 dan dalam daftar penghargaan sastra bergengsi 17 secara definitif menunjukkan bahwa batas antara "seni tinggi" dan "seni pop" telah terkikis, dan novel grafis kini diakui sebagai inovator bentuk sastra di abad ke-21.

4.2. Rekomendasi Diseminasi Riset Akademik untuk Komunitas Pop Culture

Untuk memastikan bahwa temuan akademis ini dapat menjembatani kesenjangan dengan komunitas budaya pop dan secara efektif melawan stigma lama, diperlukan strategi diseminasi yang cerdas di media sosial. Validasi komik tidak boleh terbatas pada ruang kelas atau jurnal Scopus; ia harus hadir di ruang digital yang merupakan rumah bagi komunitas pop culture.

Strategi yang efektif harus menjadikan hasil riset menjadi sederhana, akurat, dan relevan, sehingga masyarakat dan para pemangku kepentingan dapat mengkonsumsi data ilmiah melalui media sosial.20 Konten harus diolah dengan kualitas yang terpercaya, profesional, dan relevan.21

Laporan merekomendasikan fokus pada visualisasi poin kunci, konteks lokal, dan interaksi audiens, seperti diuraikan dalam tabel panduan diseminasi ini:


Tujuan

Strategi Konten Media Sosial

Nilai Edukasi/Dampak

Edukasi Teori

Buat Infografis/Reels yang menjelaskan konsep Closure McCloud secara visual.9

Menjelaskan bagaimana komik menuntut partisipasi kognitif yang aktif, bukan hanya sekadar dilihat.

Konteks Lokal

Highlight wawancara singkat (Quote Card) dari Novelis Ersta dan Komikus Mas Arie Rusmin, serta definisi "Sastra Grafis" dari Sebermula Komik.2

Memberi wajah (narasumber) dan konteks lokal pada riset serta mempromosikan terminologi lokal yang dilegitimasi secara profesional.

Interaksi Audiens

Polling atau Kuiz interaktif tentang sejarah CCA, buku Seduction of the Innocent, atau novel grafis pemenang penghargaan sastra.21

Meningkatkan keterlibatan (engagement) dan mengukur pemahaman audiens tentang perjuangan dan validasi medium ini.

Dengan mengadopsi pendekatan diseminasi yang terstruktur ini, data yang kredibel dan setingkat Scopus dan Web of Science dapat disalurkan secara efektif, mengubah persepsi publik secara luas dan memperkuat pemahaman komunitas pop culture mengenai peran vital komik sebagai bentuk sastra kontemporer yang inovatif.

Karya yang dikutip

  1. Graphic Novels | Research Starters - EBSCO, diakses Oktober 1, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/literature-and-writing/graphic-novels

  2. Berita Terbaru Tentang Penerbit Sebermula Hari Ini 28 September ..., diakses Oktober 1, 2025, https://www.tempo.co/tag/penerbit-sebermula

  3. Graphia: The Graphic Novel and Literary Criticism | English Language Notes (ELN), diakses Oktober 1, 2025, https://www.colorado.edu/english-language-notes/issues/46-2

  4. Media Pembelajaran Inovatif Berbasis Komik Strip Berbalon Kata Tidak Lengkap Bagi Sekolah Dasar, diakses Oktober 1, 2025, https://jurnal.unimed.ac.id/2012//index.php/elementary/article/download/43766/21023

  5. Comics Code History: The Seal of Approval - Comic Book Legal Defense Fund, diakses Oktober 1, 2025, https://cbldf.org/comics-code-history-the-seal-of-approval/

  6. A Look Into the History of the Comics Code Authority - Book Riot, diakses Oktober 1, 2025, https://bookriot.com/comics-code-authority-history/

  7. Comics Code Authority - Wikipedia, diakses Oktober 1, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Comics_Code_Authority

  8. Destination Brand Storytelling: Analisis Naratif Video The Journey to A Wonderful World Kementerian Pariwisata - UI Scholars Hub, diakses Oktober 1, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/context/jkmi/article/1136/viewcontent/Destination_Brand_Storytelling__Analisis_Naratif_Video_The_Journey_to_A_Wonderful_World_Kementerian_Pariwisata.pdf

  9. Closure - Comic Book Glossary - WordPress.com, diakses Oktober 1, 2025, https://comicbookglossary.wordpress.com/closure/

  10. What It Really Takes to Get from Here to There (Analyzing Comics 101: Closure) | The Patron Saint of Superheroes, diakses Oktober 1, 2025, https://thepatronsaintofsuperheroes.wordpress.com/2016/01/11/what-it-really-takes-to-get-from-here-to-there-analyzing-comics-101-closure/

  11. 7 Strange Graphic Novel Genres You Should Explore - The Mansion Press, diakses Oktober 1, 2025, https://themansionpress.com/blogs/blog/strange-graphic-novel-genres-7

  12. diakses Oktober 1, 2025, https://beyond.ubc.ca/banning-maus-only-exposes-the-significance-of-this-searing-graphic-novel-about-the-holocaust/#:~:text=Maus%20is%20based%20on%20interviews,darkest%20period%20of%20German%20history.

  13. Dan Santat Wins 2023 National Book Award for Young People's Literature, diakses Oktober 1, 2025, https://www.publishersweekly.com/pw/by-topic/childrens/childrens-industry-news/article/93760-dan-santat-wins-2023-national-book-award-for-young-people-s-literature.html

  14. Comic Art & Graphic Novels (Minor) - Department of Art, Art History, and Design - Michigan State University, diakses Oktober 1, 2025, https://art.msu.edu/undergraduate/comic-art-graphic-novels/

  15. Nick Drnaso - The Booker Prizes, diakses Oktober 1, 2025, https://thebookerprizes.com/the-booker-library/authors/nick-drnaso

  16. Graphic novels come of age with Man Booker Prize nod | Folio - University of Alberta, diakses Oktober 1, 2025, https://www.ualberta.ca/en/folio/2018/12/graphic-novels-come-of-age-with-man-booker-prize-nod.html

  17. Awards for Graphic Novels | Research Starters - EBSCO, diakses Oktober 1, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/literature-and-writing/awards-graphic-novels

  18. ADAPTASI KONTEN DARI NOVEL KE KOMIK (Studi Deskriptif Produksi Konten dari Novel "Anak Kos Dodol" ke Komik "Anak Kos Dodol Dikomikin") - ETD UGM, diakses Oktober 1, 2025, https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/76223

  19. The influence of comic books on modern pop culture - Long Box Graveyard, diakses Oktober 1, 2025, https://longboxgraveyard.com/the-influence-of-comic-books-on-modern-pop-culture/

  20. Strategi Memanfaatkan Sosial Media sebagai Panggung Riset Ilmiah, diakses Oktober 1, 2025, https://universitaspertamina.ac.id/berita/detail/strategi-memanfaatkan-sosial-media-sebagai-panggung-riset-ilmiah

  21. buku panduan pengelolaan media sosial - Sriwijaya University Repository, diakses Oktober 1, 2025, http://repository.unsri.ac.id/161764/3/Buku%20Panduan%20Pengelolaan%20Media%20Publikasi%20%5BCETAK%5D.pdf